TEMPO.CO, Bandung - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung akhirnya menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada bekas Kepala Kepolisian Sektor Cicendo Kota Bandung Komisaris Brussel D. Samodra, terdakwa penerima suap pembebasan tahanan, Selasa, 28 Februari 2012. Vonis ini tiga kali lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut yang cuma meminta Brussel dihukum 1,5 tahun penjara.
Hukuman lebih berat juga dijatuhkan kepada bekas anak buah Brussel, Ajun Komisaris Suherman. Eks Kepala Reserse Kriminal Cicendo ini dihukum 4 tahun penjara atau lebih berat dari tuntutan jaksa 1,4 tahun penjara. Selain vonis bui, Brussel dan Suherman juga didenda Rp 200 juta subsider kurungan 3 bulan.
Hukuman lebih berat ini dijatuhkan karena majelis menyatakan para terdakwa terbukti bersalah sesuai dakwaan primer Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karenanya dengan pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan," ujar ketua majelis hakim, G.N. Arthanaya, saat membacakan vonis atas Brussel di Ruang Sidang I Pengadilan Tipikor Bandung, 28 Februari 2012.
Padahal, dalam sidang sebelumnya, tim jaksa penuntut menilai pasal dakwaan primer mereka sendiri tak terbukti. Dan mereka memilih menuntut para terdakwa dengan Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Antikorupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu dengan hukuman lebih ringan.
"Majelis hakim memang tak sependapat dengan jaksa penuntut umum," ujar hakim anggota, Basari Budhi, saat membacakan pertimbangan putusan hakim. Bagi majelis, kata dia, perbuatan para terdakwa memenuhi semua unsur Pasal 12 a Undang-Undang Antikorupsi.
Para terdakwa, kata Budhi, dengan sadar telah menerima suap Rp 1 miliar agar kasus narkoba tersangka Azri bin Abdullah tak diproses hukum lebih lanjut. Yang dilakukan para terdakwa, kata dia, bukanlah menangguhkan penahanan tersangka Azri. Sebab surat penangguhan penahanan tak diteken Brussel dan duit Rp 1 miliar yang disetor Azri tak dititipkan di pengadilan setempat.
"Yang dilakukan bukan penangguhan penahanan, tapi menyuruh kabur. Melepaskan tersangka dari penahanan. Dan kasusnya tak pernah ditindaklanjuti," kata Budhi.
Seperti diketahui, kasus ini berawal Bea dan Cukai Bandara Husein Sastranegara, Bandung, saat mengamankan warga negara Malaysia bernama Azri bin Abdullah dan temannya, Widianingsih, karena membawa 4,27 gram sabu-sabu di dalam dompet pada Senin malam, 11 Juli 2011. Malam itu juga, keduanya berikut barang bukti diserahkan kepada Brussel dan Suherman untuk diproses lebih lanjut di Markas Polsek Cicendo.
Dari hasil tes urine di RS Sartika Asih, Azri positif telah mengkonsumsi sabu-sabu sehingga dinyatakan melanggar Pasal 112 Undang-Undang tentang Narkotik dan harus ditahan. Namun alih-alih menjebloskan tersangka ke dalam sel tahanan, Brussel dan Suherman malah melepaskan tersangka setelah disogok Rp 1 miliar oleh Azri.
Atas vonis majelis, jaksa penuntut maupun penasihat hukum para terdakwa belum menyatakan sikap. Mereka masih akan mempertimbangkan vonis tersebut selama sepekan. "Yang jelas (vonis) terlalu berat karena duit Rp 1 miliar untuk jaminan penangguhan penahanan itu kan masih utuh. Klien kami tak menjanjikan apa pun kepada tersangka. Kalau klien kami setuju, tentu kami akan banding," kata Anwar Djamaludin, penasihat hukum Brussel, seusai sidang.
ERICK P HARDI