TEMPO.CO, Malang - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat terkesan terhadap kejernihan dan keteduhan berpikir, serta kesediaan kaum tarikat untuk terlibat mengatasi persoalan bangsa. “Jika pikiran, komitmen, dan tindakan seperti itu juga dimiliki segenap komponen bangsa, insya Allah, negeri kita akan semakin maju,” kata Presiden Yudhoyono dalam sambutan pembuka Muktamar XI Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (Jatman) di Pondok Pesantren Al Munawwariyyah, Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Rabu, 11 Januari 2012.
Muktamar bertema “Dengan Thariqah Kita Perkokoh Keberadaan Umat dan Bangsa untuk Perdamaian dan Kesejahteraan Dunia” itu akan berlangsung hingga Sabtu, 14 Januari.
Dalam acara itu, SBY didampingi antara lain oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Panglima TNI Laksamana Agus Soehartono, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Timur Pradopo.
SBY berpendapat bahwa kaum tarikat menjalankan tradisi, pendekatan, dakwah, dan perilaku sufi dengan teduh, jernih, substantif, mendidik, dan tanpa kekerasan. Jalan seperti itu, kata Presiden, merupakan pilihan paling tepat dan mampu meningkatkan pembangunan bangsa menuju Indonesia yang makin maju, adil, dan sejahtera.
Pendekatan sufisme oleh kaum tarikat terbukti mampu ikut menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendekatan ini juga dirasa tepat untuk mengatasi berbagai perselisihan, konflik, dan bahkan benturan dalam kehidupan bangsa dan negara.
“Indonesia adalah bangsa yang amat majemuk, kehendak dan aspirasinya amat banyak serta beragam. Terlebih saat ini dalam era demokrasi, kekebasan—terkadang jadi kebebasan yang kebablasan—dan keterbukaan. Akibatnya tuntutan masyarakat kita amat dinamis. Benturan dan kekerasan bisa terjadi setiap saat. Namun perbedaan harus kita kelola dengan arif, bijak, dan tepat. Tiap pelanggaran hukum harus ditindak tegas,” SBY menegaskan.
Sebelumnya, Rais Aam Jatman Habib M. Luthfi Ali dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menegaskan kesiapan dan kesetiaan kaum nahdliyin untuk tetap mendukung tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Habib Luthfi mengatakan, pilihan tema muktamar ini berasal dari Presiden Yudhoyono.
Said Aqil mengatakan, banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintahan SBY dan Boediono, terutama kemajuan di bidang ekonomi. Mengenai kelemahan-kelemahan yang ada, harusnya disikapi oleh semua komponen bangsa dengan sikap optimistis. “Jangan kita hanya bisa mengkritik dan mencela, terus bersikap pesimistis. Nahdlatul Ulama siap berkontribusi dengan sikap yang selalu optimistis,” kata Said.
ABDI PURMONO