TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengaku terpukul atas munculnya kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur kawasan transmigrasi yang menyeret dua pejabat kementeriannya. "Saya sangat terpukul dan sedih, masih muncul pola seperti ini," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi Ketenagakerjaan DPR, Kamis 8 September 2011.
Muhaimin berjanji lain kali akan memperhatikan sungguh-sungguh semua program yang dirancang kementeriannya, serta melakukan pola pengawasan yang melekat terhadap semua jenis bantuan. Khusus untuk Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) sebesar Rp 500 miliar dalam APBN-Perubahan tahun 2011, Muhaimin mengatakan administrasinya memang sangat cepat, sehingga kementeriannya tak sempat memberikan surat tembusan ke Komisi Ketenagakerjaan.
"Kami lalai, mohon kami dimaklumi dan dimaafkan. Ini pengalaman pertama menerima alokasi dana di daerah yang berbasis transmigrasi, sehingga tak sempat memberi surat-surat administrasi kepada Komisi IX (Ketenagakerjaan)," kata Muhaimin. "Kami akan membenahi apabila anggaran ini mendapatkan perhatian di daerah transmigrasi."
Muhaimin memastikan tak akan ada lagi kasus-kasus yang mengatasnamakan kementeriannya untuk kepentingan segelintir oknum seperti yang terjadi saat ini. "Saya akan bertanggung jawab dalam konteks semua, saya mohon maaf kalau ada anak buah yang memanfaatkan informasi. Saya tidak tanggung-tanggung akan membersihkan siapapun yang terlibat dalam kasus ini," kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dalam kesempatan tersebut, Gandung Pardiman dari Fraksi Partai Golkar menanyakan ke Muhaimin soal oknum-oknum yang terlibat dalam kasus dugaan suap yang kini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi itu. "Apakah betul staf bapak, eselon bapak, atau pihak luar. Ini penting, agar tidak terjadi fitnah terhadap bapak," ujarnya. "Kalau (pelakunya) eselon, ini memang kecolongan atau ada pembiaran?"
Muhaimin pun mengaku kecolongan atas kasus yang juga menyeret-nyeret namanya itu. "Tentu saya merasa kecolongan, kenapa kok ada pemakelaran, karena ini di luar kewenangan langsung. Pemakelaran terjadi karena akses informasi yang cepat," katanya.
Soal pengaturan staf, Muhaimin menjelaskan sejak 2010 di kementeriannya tidak boleh lagi ada staf yang mengatasnamakan menteri dalam penyusunan program-program kerja. Sejak itu, Muhaimin menjamin keberadaan staf-staf ahli di kementeriannya sudah jelas. "Apakah dua orang (pejabat Kemenakertrans) itu ditarik-tarik saja, atau ditarik-tarik dan tertarik, silakan KPK telusuri. Kalau terkait saya, silakan ditindak hukum secara adil," ujar dia.
Merespons kasus tersebut, Komisi Ketenagakerjaan mendesak Kemenakertrans untuk lebih meningkatkan komunikasi dan koordinasi, terutama soal pengajuan anggaran tambahan dari sektor manapun yang berkaitan dengan program-program kerjanya.
"Untuk menghindari kekeliruan dalam pemahaman dan mekanisme pembahasan anggaran sesuai Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD," kata Ketua Komisi Ribka Tjiptaning membacakan kesimpulan rapat kerja.
Komisi ini juga mendesak kementerian untuk meningkatkan pengawasan internal dan mendorong berlangsungnya good governance untuk meningkatkan kinerja kementerian. Soal kasus suap, "Komisi IX meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas keterlibatan dua orang pejabat Kemenakertrans dan pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat," ujar Ribka.
Komisi juga akan melanjutkan Panitia Kerja Transmigrasi untuk lebih meningkatkan pengawasan yang lebih efektif terhadap program-program transmigrasi.
Komisi, menurut Ribka, tidak menyetujui alokasi anggaran DPPID sebesar Rp 500 miliar yang diketok palu Badan Anggaran DPR tanpa sepengatahuan Komisi. Komisi hanya menyetujui tambahan anggaran Kemenakertrans pada APBN-P 2011 dengan rincian: dana optimalisasi sebesar Rp 250,6 miliar; dana pendidikan sebesar Rp 270 miliar; dan dana penghargaan (reward) sebesar Rp 7,5 miliar.
MAHARDIKA SATRIA HADI