TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Mediasi untuk mengakhiri konflik antara petambak plasma dan CP Prima oleh Komisi Nasional HAM hari ini menghasilkan delapan kesepakatan.
Delapan kesepakatan itu lebih banyak berisi pemulihan perekonomian para petambak. "Delapan kesepakatan telah ditandatangani oleh petambak, pemerintah daerah (Kabupaten Tulangbawang) dan pusat," kata Ridha Saleh, anggota Komisi Nasional HAM, Jumat, 5 Agustus 2011.
Delapan kesepakatan tersebut yaitu:
1. Pemberian bantuan benur senilai Rp 1,5 miliar oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan.
2. Penyediaan listrik oleh PLN persero dalam tiga bulan ke depan.
3. Pemanfaatan infrastruktur listrik di areal tambak.
4. Mengubah pengelolaan Dipasena menjadi konsep minapolitan yang dimulai tahun 2011.
5. Menyepakati pemutusan hubungan kemitraan dengan CP Prima.
6. Jaminan pasokan bahan bakar minyak dan gas.
7. Meminta Menteri Keuangan mencabut status kawasan berikat Dipasena.
8. Komnas HAM akan memantau pelaksanaan kesepakatan itu.
Pertemuan mediasi yang digelar di Hotel Sheraton Bandar Lampung hari ini dihadiri Asisten II Pemerintah Provinsi Lampung Areal Junaidi, perwakilan pemerintah Kabupaten Tulangbawang, dan Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu Dipasena. Manajemen CP Prima tidak hadir.
Mediasi itu diwarnai aksi boikot Pemerintah Provinsi Lampung yang enggan menandatangani kesepakatan itu. Mereka menolak butir pemutusan hubungan kemitraan. "Kami menolak memutus hubungan kemitraan karena tidak pro-investor. Kami harus membuat investor nyaman di Lampung," kata Arinal Junaidi, Asisten II Pemerintah Provinsi Lampung.
Pemerintah Lampung juga menilai konsep minapolitan yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai langkah mundur. Konsep itu kembali pada pengelolaan pertambakan ke pola tradisional. "Itu harus hanya bersifat sementara," ujar Arinal.
Ridha menambahkan mediasi akan kembali dilanjutkan pada Senin 8 Agustus 2011 mendatang di Jakarta. Mediasi lanjutan itu akan dihadiri CP Prima dan perwakilan petambak. "Pertemuan akan membahas masalah hukum perdata, yaitu soal kewajiban dan hak masing-masing sebelum secara yuridis memutus hubungan kemitraan," ujarnya.
NUROCHMAN ARRAZIE