TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Kepala Litigasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Robertus Bilitea mengatakan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim telah menutupi sejumlah fakta saat menandatangani Mutual Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Salah satunya soal aset yang dia bayarkan berupa utang petambak.
"Saat perjanjian ditanda tangani dia tidak mengungkapkan fakta materil bahwa PT DCD adalah penjamin petambak-petambak Dipasena," kata Robert saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi penerbitan SKL BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 9 Juli 2018.
Baca juga: Kasus BLBI, KPK Belum Bisa Panggil Paksa Sjamsul Nursalim
Menurut Robert, Sjamsul tidak mengungkapkan piutang petambak BDNI sebesar Rp 4,8 triliun sebenarnya dijamin PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Kedua perusahaan penjamin itu milik Sjamsul.
Selain itu, Robert mengatakan Sjamsul juga belum membayarkan Rp 1 triliun tunai untuk membayar utang BLBI. "Sjamsul Nursalim belum memenuhi beberapa kewajiban kepada BPPN, antara lain yang saya ingat pemenuhan pembayaran Rp 1 triliun belum dibayar tuntas," ujar dia.
Robert mengatakan hal itu tercantum dalam hasil audit Legal Due Dilligence Kantor Hukum Lubis Gani Surowidjojo. Dalam audit tersebut, Kantor Hukum LGS juga menyatakan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi soal utang petambak dengan memunculkannya seolah utang lancar.
Baca juga: Sjamsul Nursalim Sudah Tiga Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Dalam perkara ini, Syafruddin selaku eks Kepala BPPN didakwa merugikan negara Rp 4,58 triliun dari penerbiran SKL untuk Sjamsul. Syafruddin juga didakwa telah memperkaya Sjamsul dari penerbitan SKL tersebut.
Menurut dakwaan, Syafruddin melakukan penerbitan SKL untuk Sjamsul Nursalim padahal pengusaha itu belum menyelesaikan seluruh kewajibannya. Sjamsul dianggap melakukan misrepresentasi terhadap piutang petani tambak yang macet tapi dianggap seolah kredit lancar.