TEMPO Interaktif, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia hari ini, Rabu 27 Juli 2011, mengeluarkan fatwa pertambangan ramah lingkungan. Dalam penyusunan fatwa ini, MUI digandeng Kementerian Lingkungan Hidup. "Fatwa ini mendorong implementasi hukum positif," ujar Koordinator Ketua MUI, Ma'ruf Amin, hari ini.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, kementeriannya dan MUI memiliki kesamaan pandangan mengenai penyelamatan lingkungan. "Terparah adalah kerusakan akibat pertambangan," katanya. Karena itu, pada 15 Desember 2010, kedua pihak menyepakati MoU Nomor 14/MENLH/12/2010 dan Kep-621/MUI/XII/2010 yang menyatakan bahwa mereka sepakat perlunya disusun fatwa tentang lingkungan hidup.
Hatta mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah punya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan begitu, keberadaan fatwa hanya upaya tambahan untuk mengatasi masalah lingkungan. "Pendekatan konvensional (hukum positif) ternyata belum bisa mengembalikan kesadaran manusia untuk melindungi alam," ucapnya.
Fatwa ini digodok selama 6 bulan setelah MoU ditandatangani dan selesai pada 5 Juli lalu, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Menurut Ma'ruf, fatwa ini dikhususkan bagi umat Islam. "Tapi, umat lain juga boleh mengacu ke sini," katanya.
Ditanya tentang penambang milik perusahaan asing, Ma'ruf menjawab, "Fatwa ini bukan hanya bagi penambang, tapi pemerintah yang membuat kebijakan kan muslim," ucapnya.
Fatwa tersebut memuat rekomendasi MUI kepada pemerintah, legislatif, pemerintah daerah, pengusaha, tokoh agama, dan masyarakat. Kepada pemerintah, MUI menyerukan agar izin pemanfaatan lahan untuk pertambangan harus dibatasi, selektif, dan berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat umum. “Pertambangan bukan hanya untuk keuntungan segelintir orang, tapi masyarakat,” kata Ma’ruf.
Hal itu diiyakan Hatta. “Izin tambang tidak di hutan lindung dan konservasi karena ia mengatur tata air, sehingga hutan tetap bisa memasok air,” kata Hatta. “Itu juga untuk memelihara hewan di hutan konservasi. Tambang hanya boleh di hutan produksi.”
Kepada para legislator, MUI mendorong pembuatan UU yang memberi sanksi tegas kepada perusak lingkungan dalam pertambangan, serta mengkaji UU yang hanya menguntungkan sekelompok orang. Adapun rekomendasi MUI bagi pemerintah daerah adalah peningkatan pengawasan pelaksanaan reklamasi pertambangan dan menghindari monopoli. Kalangan pengusaha diminta MUI mematuhi ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, memberdayakan masyarakat sekitar tambang, dan menunaikan zakat atas hasil tambangnya.
Para tokoh agama dan masyarakat juga tak lepas dari imbauan. Tokoh agama diminta mengembangkan pemahaman dan pengamalan agama dalam aspek lingkungan. Masyarakat diminta melakukan pengawasan sosial dan pencegahan kerusakan lingkungan, serta membangun kesadaran dan tanggung jawab pelestarian.
ATMI PERTIWI