TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, mengatakan pemberantasan terorisme masih terkendala masalah hukum. Sedikitnya ada 11 masalah hukum yang menghambat penanganan tindak pidana terorisme. Persoalan-persoalan ini tidak diatur dalam Undang-undang Anti Terorisme.
Ansyaad mengatakan masalah pertama adalah saksi masih bisa berada dalam satu pengadilan bersama terdakwa. Ketentuan bahwa saksi dan terdakwa seharusnya dipisah belum diterapkan. Persoalan kedua, teroris diadili satu persatu secara terpisah dari jaringan mereka.
"Risikonya bukti keterlibatan jaringan banyak tercecer," kata Ansyaad dalam seminar "Menuju Kerangka Hukum Pemberantasan Terorisme yang Komprehensif" di Jakarta, Kamis 23 Juni 2011. Akibat lainnya, jaringan dan pemimpin jaringan itu terhindar dari tuntutan.
Ansyaad juga menilai hukuman yang dijatuhkan kepada teroris terlalu ringan. Teroris jaringan Aceh misalnya, saat ini baru keluar dari penjara karena masa tahananya sudah habis.
Masalah lainnya terkait dengan propaganda yang dengan gencar dilakukan para teroris. Abu Bakar Ba'asyir, misalnya, bisa tetap melakukan kegiatan, seolah tak pernah terbukti bersalah. "Padahal sudah terbukti di pengadilan negeri sampai tingkat kasasi," kata Ansyaad.
Ba'asyir sebelum dipenjara saat ini tetap dimungkinkan melakukan kegiatan umum karena perbuatan yang sifatnya menghasut, menyebarkan kebencian dan permusuhan, serta belum dijadikan dasar untuk menuntut teroris. Ansyaad membandingkan dengan Undang-undang Anti Terorisme di Inggris yang bisa menjatuhkan hukuman untuk mereka yang menyatakan dukungan terhadap terorisme.
Persoalan lain adalah pelatihan militer tidak dianggap sebagai kejahatan. Meski Abubakar Ba'asyir tidak hanya sekali berurusan dengan pelatihan militer, ia tetap tidak bisa dipidanakan karena fakta ini. Padahal, tokoh-tokoh kunci dalam pelatihan militer di Aceh juga menjadi tokoh kunci tindakan terorisme.
Masalah hukum lainnya yang diungkapkan Ansyaad adalah belum adanya pengadilan terpusat terhadap teroris serta jaksa dan hakim khusus. Juga masa penangkapan dan penahanan terlalu singkat, kelemahan peran intelijen, dan belum adanya keterlibatan TNI.
KARTIKA CANDRA