TEMPO Interaktif, Jakarta - Agus Condro Prayitno memilih tak akan melakukan counter juridis atau perlawanan hukum terhadap analisa fakta dan analisa yuridis tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Meski sebelumnya jaksa menuntutnya hukuman 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta. Pilihan ini diambil pihak Agus, karena ingin konsisten sebagai pengungkap aib atau whistle blower.
"Tim penasihat hukum juga wajib mempunyai kesadaran hukum untuk tidak saja membela kepentingan hukum kliennya semata, tapi dapat mendorong spirit perjuangan whistle blower," ujar Kuasa Hukum Agus Condro, Firman Wijaya dalam pembacaan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 8 Juni 2011.
Menurut Firman, pengungkap aib dan penyadapan merupakan dimensi baru dalam pengungkapan kasus korupsi. Tapi sebagai kuasa hukum, Ia meminta, agar majelis memberi ruang apresiasi yang wajar dan berkeadilan bagi kliennya yang sudah membeberkan muasal cek pelawat ini.
Dengan tuntutan 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan, dinilainya memberatkan. Soalnya Agus sudah beritikad baik dan susah payah mengembalikan seluruh pemberian cek pelawat yang diterima usai kemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia tahun 2004. "Agus kini tak memiliki penghasilan dan masih menanggung biaya keluarga, rasanya hukuman tersebut tidak proporsional," papar Firman.
Hukuman bagi bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menurut Firman, sudah menggores perasaan keadilan dan sentimen publik kepada siapapun yang berniat menjadi pengungkap aib.
Tuntutan jaksa terhadap Agus menyatakan terdakwa tidak terbukti pada dakwaan alternatif kesatu yaitu pasal 5 ayat 2 juncto pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001). Tapi Agus terbukti melanggar dakwaan kedua alternatif yaitu pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001). Ancaman pasal 11 adalah pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Pengenaan pasal 11, kata Firman, seharusnya diikuti kebijakan pemidanaan di bawah ancaman minimum. "Kami percaya Majelis Hakim yang mulia mampu memberikan pertimbangan yuridis dengan tidak melepaskan segala dimensi sosial yang melatarbelakangi pada kasus yang sangat fenomenal ini," tutur dia.
Agus Condro merupakan orang yang pertama kali mengungkap terjadinya aliran dana usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Agus Condro mengaku pada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2008, bahwa telah menerima cek pelawat senilai Rp 500 juta di tahun 2004. Ia juga mengungkapkan rekan-rekannya di Komisi Keuangan dan Perbankan periode 1999-2004 juga ikut menerima. Walhasil kini empat anggota dewan sudah menjadi terpidana, 20 orang menjadi terdakwa.
DIANING SARI