TEMPO Interaktif, Jakarta - Firman, kuasa Hukum Agus Condro Prayitno, mengecam tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada kliennya yang menjatuhkan pidana satu tahun enam bulan kurungan. "Sebagai pengungkap aib (whistle blower), seharusnya bukan hukuman fisik," kata Firman, usai mendampingi Agus Condro mendengarkan tuntutan jaksa di Pengadilan Tindak PIdana Korupsi, Rabu, 1 Juni 2011.
Menurut Firman, di India dan Inggris, pengungkap aib diberi penghargaan dan keistimewaan. Pengungkap aib diberi hukuman berupa kerja sosial seperti membuat tulisan, bekerja di lembaga sosial, atau menjadi pelayan publik.
Tuntutan Agus Condro tak berbeda jauh dengan tiga rekannya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 1999-2004. Max Moein, Willem Max Tutuarima, dan Rusman Lumban Toruan dituntut dua tahun enam bulan. "Tapi, bagi pengungkap aib harus ada alternatif pemidanaannya," kata Firman. "Soalnya pengungkap aib mempunyai kemampuan mem-blow up suatu kasus."
Jika hukuman pengungkap aib sama dengan pelakunya, Firman khawatir Agus menjadi pengungkap aib terakhir. "Karena tak semua masyarakat punya keberanian," kata Firman.
Agus Condro yang ditemui dalam kesempatan sama mengaku tak masalah dengan tuntutan. "Ndak papa, lha suruh gimana, yang berwenang buat tuntutan kan jaksa," kata Agus.
Menurutnya, beda setahun dengan pelaku lain tersebut suatu hal yang baik. "Daripada tidak ada sama sekali," kata Agus.
Agus merupakan orang pertama yang mengaku ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi soal bagi-bagi cek pelawat pada 8 Juni 2004. Bagi-bagi cek itu dilakukan usai kemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Akibat pengakuan Agus ini, empat orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 sudah menjadi terpidana dan 20 orang terdakwa.
Pembagian cek itu melibatkan Nunun Nurbaetie, istri bekas Wakil Kepala Polri yang kini menjadi buron KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka.
DIANING SARI