TEMPO Interaktif, Tangerang - Terdakwa dugaan pemalsuan paspor Gayus Halomoan Partahanan Tambunan bin Amir Syarifuddin Tambunan alias Sony Laksono, 40 tahun, terancam hukuman di atas lima tahun penjara.
Jaksa penuntut umum Sugeng Hariyadi yang juga Satuan Tugas Kejaksaan Agung menyatakan terdakwa Gayus akan dikenai pasal-pasal kombinasi.
Sugeng mengatakan tiga pasal itu, dakwaan komulatif Pasal 55 huruf a Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang keimigrasian dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, dakwaan alternatif Pasal 266 ayat 2 KUHP dengan ancaman hukuman enam tahun penjara, dan dakwaan subsideritas Pasal 263 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.
"Kami akan membuktikan dua dari tiga dakwaan itu, ancaman hukuman digabungkan dengan perhitungan tentunya," kata Sugeng menjawab Tempo, usai pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan setebal 28 halaman itu tujuh jaksa penuntut umum--Bambang Setyadi, Sugeng Hariyadi, Semeru, Maryani Liputo, Riyadi, Retno Istianty, dan Putri Ayu--menyebutkan mantan PNS Direktorat Jendral Pajak itu pada Jumat 24 sampai 26 September 2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan sengaja menggunakan surat perjalanan RI. Sedangkan ia mengetahui sepatutnya menduga paspor itu dipalsukan.
Sebulan sebelumnya, pada akhir Juli atau awal Agustus 2010, Gayus di rumahnya, Gading Park View jalan Taman Puspa 111 Blok ZE 6 No. 1 Kelapa Gading, Jakarta Utara, bertemu dengan Agung Sutiastoro menawarkan investasi bisnis ban dan asuransi Axa Mandiri kepada terdakwa.
Dalam pertemuan itu, jika terdakwa berminat atas tawaran supaya berhubungan langsung dengan Ari Nur Irwan alias Ari Kalap dan John Jerome Grice.
John yang kini buron mengatakan kepada terdakwa bahwa dia bisa membuat apa saja seperti paspor, KTP, visa, dokumen penting, serta investasi.
"Mendengar apa yang dikatakan John, terdakwa tertarik lalu bertanya apakah bisa membuat paspor WNI tanpa memakai foto dan tanpa harus datang ke kantor Imigrasi. Jika bisa terdakwa bersedia membayar US$ 20 ribu," ujar Jaksa Bambang Setyadi di muka persidangan.
Pada amar dakwaan jaksa menyebut paspor nomor seri T 116444 diperoleh terdakwa dengan cara tidak sesuai dengan standard operating procedure (SOP) di Kantor Keimigrasian.
Pemohon paspor harus difoto, diambil sidik jarinya, dan membayar atas biaya pembuatan paspor di Kantor Imigrasi. Sementara dalam mendapatkan paspor T 116444 sama sekali tidak pernah melalui prosedur.
Justru sesuai dengan data keimigrasian di kantor Jakarta Timur nomor seri paspor itu terdaftar atas nama Margareta Inggrid Anggraeni yang telah membayar Rp 270 ribu. Namun, yang bersangkutan tidak memproses paspor itu. Karena itu, paspor tersebut tidak diterbitkan Kantor Imigrasi Kota Tangerang.
Atas dakwaan ini, kuasa hukum membalas dengan membacakan eksepsi notakeberatan atas dakwaan jaksa. Sidang saat ini masih berlangsung untuk mendengarkan pembacaan eksepsi.
"Janganlah JPU berdalih menanggapi keberatan ini dengan mengatakan sudah masuk materi perkara. Tunjukkan institusi kejaksaan lebih baik," kata Hotma Sitompul, pengacara terdakwa.
AYU CIPTA