TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana (Purn) Bernard Ken Sondakh menilai kejadian pelanggaran batas wilayah Indonesia oleh dua buah kapal nelayan dan empat helikopter Polisi Laut Diraja Malaysia, bukanlah kejadian pelanggaran wilayah biasa seperti yang kerap terjadi.
Ia menyatakan, kejadian itu tak bisa dilepaskan dengan perayaan HUT TNI AU ke-65 di Lanud Halim Perdana Kusuma Sabtu kemarin. "Kenapa kejadiannya hari itu?" ujarnya saat ditemui wartawan usai acara Pengesahan Dewan Penyantun Universitas Bung Karno, Rabu 13 April 2011.
Ia mengatakan kejadian menjelang perayaan HUT TNI AU Sabtu kemarin merupakan sebuah pengujian informasi yang sudah dimiliki Malaysia."Mereka mau membuktikan, benar tidak informasi intelijen yang mereka miliki," ujarnya.
Motif seperti ini, lanjutnya merupakan motif yang lazim dilakukan intelijen untuk mengumpulkan informasi militer negara lain. Ia mencontohkan peristiwa pengeboman Jerman ke negara-negara Eropa pada Perang Dunia II. "Saat itu Jerman sudah menyebar semua intelijen ke Belanda, Inggris, Italia, dan negara Eropa lainnya," ujar Bernard. "Itu kenapa mereka bisa menyerang Belanda tepat saat tentara Belanda apel jam 8," ujarnya.
Menurut Bernard, sudah menjadi kebiasaan militer di Indonesia untuk memusatkan kekuatannya ke satu titik menjelang sebuah perayaan hari besar militer. Menurutnya, perayaan dengan memamerkan kekuatan tempur itu menjadikan kekuatan militer di perbatasan melemah. "Intelijen mereka sudah tahu itu," ujarnya.
intelijen Militer Malaysia, kata Bernard sudah mengetahui kebiasaan Militer Indonesia. "Mereka sudah tahu militer kita apel jam berapa, sehingga kalau mereka mau ngebom ya jam tujuh pagi," ujarnya
FEBRIYAN