"Pemerintah menampung dan mengkaji aspirasi tersebut. Betul lah mereka juga termasuk pejabat negara, tapi ditingkat daerah," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah, dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, Kamis 10 Maret 2011.
Menurut dia, apa yang diminta asosiasi DPRD dalam Rapat Kerja Nasional ADPSI yang diselenggarakan di Bandung kemarin, cukup realistis. Ia mencontohkan, di pemerintahan pusat, kedudukan Presiden, DPR, DPD dan beberapa lembaga tinggi negara lainnya disebut sebagai pejabat negara. Begitu juga dengan gubernur, bupati dan walikota juga disebut pejabat negara ditingkat daerah. Dan, seharusnya DPRD pun masuk kategori tersebut. Namun sejak awal berdiri status anggota DPRD tidak jelas.
Posisi DPRD yangmembingungkan ini, kata dia, berpengaruh pada pelaksanaan, fungsi dan tugas-tugas mereka. Misalnya dalam konteks laporan harta kekayaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, anggota DPRD masuk dalam kategori pejabat negara. Begitu juga dalam hal potongan pajak. Namun dalam konteks biaya perjalanan dinas, protokoler, anggota DPRD masuk dalam kategori atau disetarakan dengan pejabat pemerintah eselon II.
"Mereka sama-sama penyelenggara daerah (dengan gubernur), satu menjalankan fungsi pemerintahan satunya membuat kebijakan, legislasi, hak anggaran, tapi statusnya beda. Memang dari segi normalnya posisi pejabat negera harus diberi hak-haknya, harus kita perlakukan dengan adil," kata dia. "Kalau posisinya pejabat negara, protokoler beres, hak-hak keuangan dan hak administrasi jadi jelas. Ini yang tidak bisa direalisasi karena status yang tidak jelas."
Kendalanya, kata Djohermansyah, permintaan ini tentu berimbas pada anggaran atau keuangan negara. Karena akan memasukkan unsur-unsur dana pensiun, pinjaman mobil, dan lain sebagainya. Apalagi jika dihitung ada sekitar 21 ribu anggota DPRD dari 524 provinsi, kabupaten dan kota saat ini. "Itu beban keuangan negaranya dahsyat. Makanya kita harus berkomunikasi dulu dengan kementerian keuangan dan kementerian terkait."
Melalui Ketua ADPSI, yang juga merupakan Ketua DPRD DKI Jakarta, Ferial Sofyan, asosiasi memang tidak meminta pengakuan ini sekaligus. Asosiasi memahami jika prosesnyna dilakukan secara bertahap. "Ferial bilang jalan keluarnya yang penting diakui dulu. Kalau soal keuangan, komitmen kami bersedia menerima apapun sesuai kemampuan negara," kata dia.
MUNAWWAROH