Sejak Kejaksaan Agung melarang buku karangan John Roosa itu Desember lalu, Hilmar melanjutkan, penerbit menyebarkan lewat internet secara gratis. Di luar dugaannya, lebih dari 80 ribu orang mengunduh buku tersebut.
Lewat buku setebal 392 halaman ini, Roosa memaparkan fakta-fakta seputar lembaran hitam sejarah Indonesia. Sejarawan Universitas British Columbia, Kanada ini menggunakan dokumen yang berasal dari Brigadir Jenderal Soepardjo, wakil pemimpin gerakan, Letnan Kolonel Oentoeng.
Sebelum ditangkap dan dieksekusi, Soepardjo membuat catatan dan analisa tentang gerakan yang menewaskan enam pimpinan Angkatan Darat itu. "Ini yang membedakan dari buku sejarah lain, karena menggunakan data primer yang belum ada di bahan lain," ujar Hilmar.
Saat dicetak pertama pada 2006, sebanyak 5000 eksemplar "Dalih Pembunuhan Massal" ludes. Menyusul kemudian 3000 jilid pada cetakan kedua. "Kami banyak mendapat permintaan dari guru-guru sejarah sebagai bahan referensi," kata Hilmar.
Dia mengatakan, buku baru bakal dilego sama dengan saat sebelum dibredel, yaitu Rp 60 ribu.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-undang Nomor 4/PNPS/1963 yang memberikan kewenangan Kejaksaan Agung untuk melarang peredaran buku. Menurut MK, UU tersebut bertentangan dengan konstitusi karena pelarangan buku harus melalui proses peradilan
REZA M