TEMPO Interaktif, Jakarta - Kemajuan terapi Anti-Retroviral (ARV) pada penderita HIV-AIDS membuat angka harapan hidup meningkat hingga 95 persen di seluruh dunia, hal tersebut terpublikasi dalam konferensi AIDS internasional di Wina, Austria pekan lalu.
"Untuk Indonesia, penderita yang tak putus obat ARV, angka harapan hidupnya mencapai 90 persen, dan masih bisa bertahan setelah lima tahun," ujar Dewan Penasihat Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Zubairi Djoerban di Jakarta.
Bahkan, Ia melanjutkan, ada pasien yang masih bisa hidup setelah 16 tahun terinfeksi HIV dengan terapi ARV. "Dia bisa bekerja, hidup normal dan produkti," ujar Zubairi.
Situasi ini menunjukkan kemajuan pengobatan AIDS maju pesat ketimbang kanker. "Dulu saya lebih suka menangan pasien kanker, karena tingkat kematiannya tidak secepat AIDS, sekarang justru sebaliknnya," jelas Zubairi.
Tapi, Ia menegaskan, angka harapan hidup tersebut harus diikuti dengan terapi yang tak boleh putus. "Dan prinsipnya adalah pasien harus segera mungkin menggunakan ARV," kata Dia.
Evy Yunihastuti dari Kelompok Studi Khusus AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan mulai tahun ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan jumlah limfosit CD4, bagi terapi ARV mulai tahun 2010 meningkat. Kalau pada 2006, penderita dengan kadar CD4 sebanyak 200 sel per mili meter kubik baru dikenai terapi ARV, kini mulai 2010, penderita dengan kadar CD4 sel per mili meter kubik sudah harus diterapi ARV.
"Kadar yang semakin tinggi terpapar ARV, dapat menurunkan reaktivitas imun, sehingga penderita bisa bertahan lebih lama," urainya
Zubairi menambahkan, di negara Eropa dan Amerika bahkan sudah menetapkan kadar CD4 500 sel per mili meter kubik untuk mulai diterapi ARV
DIANING SARI