“Kementerian berkewajiban untuk mempromosikan, memenuhi dan melindungi PRT sebagai warga negara dengan pro aktif ikut mewujudkan UU Perlindungan PRT, bukan justru pada opini negatif dan keraguan atas RUU tersebut,” ujar Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Lita Anggraini dalam konferensi pers di Restoran Munik, Minggu (9/5).
Pihaknya mengindikasikan adanya penolakan terhadap usulan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dari kementerian. Lita mencontohkan pernyataan dari Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsostek Myra Maria dalam lokakarya 5 Mei lalu, mengatakan PRT bukan pekerja dan budaya yang ada dalam masyarakat sudah dapat melindungi PRT.
Baca Juga:
Sunarno menyatakan ada perbedaan kondisi pekerja rumah tangga di Indonesia dengan yang bekerja di luar negeri. "Mereka memang pekerja, tapi mereka berbeda," katanya. Pembedaannya adalah di Indonesia, pekerja rumah tangga tinggal di rumah majikan, makan ditanggung majikan dan ketika sakit pun diobati majikan. Terkadang, Ia melanjutkan apa yang diinginkan pekerja rumah tangga bukan semata kesetaraan upah, melainkan keinginan batiniah.
"Ini yang terlihat dari abdi dalem keraton Yogyakarta," ungkapnya. Abdi dalem yang tidak dibayar terlalu puas tersebut, tetap merasa puas. "Istilahnya kalau orang jawa, mereka bekerja untuk ngalap berkah," kata Sunarno.
Pekerja rumah tangga, Sunarno melanjutkan, juga bermacam tipe. Ada yang hanya mencuci, ada yang bekerja setengah hari dan ada pula yang bekerja penuh karena tinggal dengan majikan. Kementerian menginginkan arah UU ini nantinya dapat mengadopsi semua tipe pekerja rumah tangga tersebut.
Mengenai jaminan bagi pekerja rumah tangga, Sunarno berharap semua pihak dapat melihat secara jernih. " Kalau ada yang menjamin, yang menjamin itu siapa, kalau tidak ada yang menjamin, lalu siapa yang menjamin," katanya.
DIANING SARI