Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

UU Penodaan Agama tak Sesuai Dengan Zaman  

image-gnews
Budayawan Emha Ainun Nadji saat menjadi saksi ahli dalam Sidang Pengujian UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama di Gedung Mahkamah konstitusi, Jakarta. TEMPO/Subekti
Budayawan Emha Ainun Nadji saat menjadi saksi ahli dalam Sidang Pengujian UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama di Gedung Mahkamah konstitusi, Jakarta. TEMPO/Subekti
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta -    Undang-undang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, yang kini sedang diuji Mahkamah Konstitusi, dinilai sudah tidak sejalan dengan perkembangan jaman. Sebab, konteks kenegaraan kini telah berbeda dengan masa penetapan beleid tersebut.

"Konteks sudah berubah, hukum harusnya berubah berdasarkan perubahan konteks dan jaman," ujar pentolan Jaringan Islan Liberal Ulil Abshar Abdalla saat memberikan keterangan dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, hari ini.

Ulil lebih setuju jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pencabutan sejumlah norma dalam beleid itu.  Sebab, dalam sejarah Islam, kata Ulil,  sempat terjadi perang antara penerus Nabi Muhammad SAW, Khalifah Abu Bakar, dengan Musailamah al-Kadzab, yang mengaku sebagai nabi.

Menyitir ilmuwan Mesir, Ulil menyatakan perang itu terjadi karena Musailamah melakukan makar politik dan ingin menguasai Jazirah Arab yang saat itu diperintah Abu Bakar.

Kuasa hukum Majelis Ulama Indonesia Lutfi Hakim menampik paparan Ulil itu. "Menurut saya ada reduksi historis," ucapnya. Dalam Islam, orang yang murtad  harus disadarkan terlebih dahulu, baru kemudian dipahami.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semasa Nabi Muhammad hidup, proses penyadaran ternyata tak berhasil. Namun jika Nabi ingin menyerang, Musailamah tinggal di lokasi yang jauh dari Madinah dan ia didukung ribuan warga sukunya. Sehingga perlu persiapan lebih matang dan perang baru bisa dilakukan pasukan Islam semasa Abu Bakar berkuasa.

Uji materi beleid diajukan awal tahun ini oleh tujuh Lembaga Swadaya Masyarakat serta empat tokoh masyarakat, yakni almarhum Gus Dur, Musdah Mulia, Dawam Raharjo, dan Maman Imanul Haq, karena dianggap diskriminatif sekaligus melanggar Undang-undang Dasar 1945. Mahkamah mulai menyidangkan perkara sejak bulan lalu.

Pada sidang ke sembilan kasus tersebut, beberapa saksi yang dihadirkan antara lain.  Ulil, rohaniwan FX Mudji Sutrisno dan budayawan Emha Ainun Nadjib.

BUNGA MANGGIASIH

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Hatta Ali Melantik 10 Ketua Pengadilan Tinggi  

18 Mei 2015

(dari kanan) Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo Zahrul Rabain, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Lampung Eddy Army, Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Bandung Sumardijatmo dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Medan Maruap Dohmatiga Pasaribu bersiap mengucap sumpah jabatan dan dilantik menjadi hakim agung di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat (31/10). ANTARA/Fanny Octavianus
Hatta Ali Melantik 10 Ketua Pengadilan Tinggi  

Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali hari ini melantik sepuluh ketua pengadilan tingkat banding.


Peraturan MA Soal PK Berulang Belum Rampung Juga

18 Desember 2014

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansyur. ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan
Peraturan MA Soal PK Berulang Belum Rampung Juga

Menurut Ridwan, ini masih dibahas di kelompok kerja.


Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang UU MA

25 November 2004

Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang UU MA

Mahkamah Konstitusi sudah memulai sidang kedua peninjauan terhadap UU Mahkamah Agung hari ini, Kamis (25/11) di Jakarta. Permohonan sidang diajukan tiga advokad.