TEMPO Interaktif, Padang - Saldi Isra dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. Pengukuhan Saldi dilakukan di Auditorium Universitas Andalas, Limau Manis, Padang, Kamis (11/2).
Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Purifikasi Proses Legislasi Melalui Pengujian Undang-Undang”, Saldi Isra menyorot tentang praktik moral hazard berupa suap dan korupsi dalam proses pembentukan undang-undang.
Kekuasaan besar yang dimiliki legislatif, menurut dia, dimanfaatkan sejumlah anggota Dewan untuk memperkaya diri sendiri. Kewenangan yang besar yang dimiliki legislatif justru berkembang ke arah korupsi politik.
Ia mencontohkan, proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia. “Yang terjadi dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan atas UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia benar-benar sudah menjadi korupsi,” katanya.
Dalam kasus itu, katanya, meskipun putusan pengadilan menyatakan ada korupsi dalam proses pembahasan Undang-Undang Bank Indonesia, namun undang-undang itu masih tetap berlaku. Tidak ada upaya mempersoalkan keberlakuan undang-undang tersebut secara hukum.
Padahal dalam proses kelahirannya terbukti ada praktek moral hazard dan sebagian pelakunya sudah divonis bersalah. Bahkan dalam vonis disebutkan moral hazar tersebut dilakukan bersama-sama dan ada Rp 31,5 miliar yang dibagikan kepada Anggota Komisi IX DPR RI.
“Pertanyaannya, bukankah dengan terbuktinya praktek moral hazard itu undang-undang tersebut menjadi kehilangan moralitas untuk terus berlaku,” katanya.
Saldi menyarankan, harus ada keberanian Mahkamah Konstitusi bahwa moral hazard merupakan pelanggaran moral substansi yang amat serius dalam proses pembentukan undang-undang.
”MK harus bisa menjadi pihak luar yang memberikan shock therapy kepada DPR, sebab DPR akan sulit memperbaiki dirinya dengan cepat,” katanya.
Saldi Isra merupakan ahli hukum tata negara yang aktivis menulis di media massa tentang persoalan hukum tata negara terkini dan pegiat antikorupsi. Ia pernah dianugerahi Bung Hatta Anticorruption Award 2004.
Febrianti