TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit menilai tindakan pemerintah sekarang seperti tindakan pemerintah Orde Baru. Menurutnya, polanya sama saja, yakni mayoritas dominan mengorbankan yang lemah. Bedanya kalau zaman Orde Baru memakai represi. "Kini pakai manipulasi," kata dia ketika dihubungi Tempo, Jumat (20/11) malam.
Arbi menyatakan, represi seperti masa Orde Baru tak mungkin dilakukan karena akan menuai banyak kecaman. Sektor yang terkena manipulasi diantaranya parlemen, media dan masyarakat sipil.
Arbi menilai contoh dari manipulasi adalah pemanggilan dua media oleh polisi terkait dengan tuduhan laporan pencemaran nama baik oleh Anggodo dan pengacaranya, Bonaran Situmeang.
Arbi mempertanyakan alasan pemanggilan itu. "Apa hubungannya Anggodo dengan media," kata dia. Menurutnya, harusnya yang ditanya/panggil adalah pihak Mahkamah Konstitusi, yang menggelar sidang di mana diputar rekaman itu. "Jika media menyiarkan sebelum ada pemutaran di sidang itu, maka bisa dipanggil," kata dia.
Selain itu, Arbi menilai adanya aksi unjuk rasa mendukung polisi beberapa hari ini merupakan bagian manipulasi masyarakat sipil. Menurutnya, demo ke Istana negara itu dilakukan guna menunjukkan kepada presiden bahwa aspirasi masyarakat sipil, tak satu suara. Untuk menunjukkan ada masyarakat yang memihak polisi.
Baca Juga:
Selain itu, manipulasi masyarakat sipil dilakukan dengan penyadapan dan pemutusan komunikasi. Dalam wawacara ini, ponsel Arbi mendadak mati ketika membicarakan soal polisi. Menurutnya, teleponnya sering mati jika dia sedang diwawancarai wartawan melalui telepon. "Ini sejak Orde Baru," tandasnya.
NUR ROCHMI