TEMPO Interaktif, Sidoarjo - Semburan gas di Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo meluas. Sebelumnya, muncul 10 titik semburan gas yang bila disulut mudah terbakar.
"Tapi saat ini hampir semua rekahan bisa terbakar," kata Husniyah, warga RT3/RWI, Desa Ketapang, Senin (19/10).
Baca Juga:
Di desa yang berjarak sekitar 500 meter dari pusat semburan lumpur Lapindo itu, banyak rumah warga yang kondisinya retak. Retakan semakin melebar, sehingga membuat warga semakin ketar-ketir untuk menghuni rumah. Kondisi itu dirasakan Suud, warga Ketapang lainya. "Ini bagaimana, rumah banyak yang retak, gas muncul dimana-mana, terus terang warga resah," keluhnya.
Apalagi, sampai saat ini, sejak semburan gas pertama kali muncul warga Ketapang belum pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah maupun Lapindo. Sebab itu, warga berharap pemerintah memperhatikan warga.
Kepala Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, Ahmad Zulkarnaen mengakui semburan gas di Ketapang meluas. Meluasnya semburan gas itu karena pengaruh membesarnya pusat semburan lumpur beberapa hari lalu. Selain ketapang, 135 titik semburan di beberapa desa lain juga kembali muncul."Memang benar, semburan dibeberapa wilayah muncul lagi," terangnya.
Terkait dengan keluhan warga Ketapang, lanjutnya, BPLS baru bisa melakukan pemantauan, sosialisasi, dan pengajuan hasil laporan kepada dewan pengarah. BPLS meminta agar kebijakan penanganan warga Ketapang disamakan dengan warga Siring Barat. Karena, tingkat bahaya kondisi tanah Ketapang sama dengan desa Siring Barat.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2009, warga Siring Barat mendapat bantuan sosial berupa biaya kontrakan sebesar Rp 2,5 juta per kepala keluarga, biaya evakuasi Rp 500 ribu per kepala keluarga dan uang jaminan hidup Rp 300 ribu per jiwa per kepala keluarga selama enam bulan. Sementara untuk desa lainya, Ketapang, Wunut dan Pamotan tidak.
Untuk tahun anggaran 2010, BPLS sudah mengajukan hasil evaluasi laporan kondisi wilayah beberapa desa itu kepada dewan pengarah. Intinya, kata dia, warga di beberapa daerah rawan diluar peta terkena dampak itu tetap diperhatikan. "Tidak tahu, itu akomodir atau tidak," terang dia. "Kalau saat ini kita diminta memberi bantuan tidak bisa karena tidak sesuai Undang-undang."
MUHAMMAD TAUFIK