TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dikabarkan akan memiliki Angkatan Siber sebagai matra keempat di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Terlebih, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima perintah dari Presiden RI Joko Widodo untuk membentuk matra baru tersebut.
Dia juga mengatakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet ketika membacakan pidato di sidang tahunan MPR juga meminta TNI membuat angkatan siber.
“Saya sudah diperintahkan Pak Presiden, kemarin juga dari MPR waktu pidato untuk membuat angkatan siber,” kata Agus usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 3 September 2024.
1. Tidak Mengancam Privasi masyarakat
Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan pemerintah mesti memastikan keberadaan Angkatan Siber tidak mengancam hak-hak privasi masyarakat umum. Menurut dia, keberadaan Angkatan Siber bertugas untuk mengantisipasi serangan siber dari negara ataupun pihak luar.
"Untuk memastikan bahwa keberadaan matra siber ini tidak membatasi kebebasan dan hak-hak privasi warga negara, penting untuk menetapkan regulasi yang jelas dan komprehensif," kata Khairul Fahmi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, 5 September 2024, dikutip dari Antara.
2. Pembahasan Melibatkan Masyarakat
Khairul Fahmi menilai pembahasan undang-undang yang mengatur kerja Angkatan Siber harus melibatkan masyarakat. "Keterlibatan masyarakat dalam konsultasi dan sosialisasi mengenai perubahan ini (UU TNI) juga sangat penting untuk memastikan bahwa perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi nasional," kata Fahmi, Kamis, 5 September 2024, dikutip dari Antara.
Menurut Fahmi, Angkatan Siber harus bekerja berlandaskan UU TNI lantaran akan menjadi matra keempat setelah Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Dengan regulasi tersebut, Fahmi yakin Angkatan Siber TNI akan bekerja lebih maksimal dalam melindungi negara dari serangan siber.
3. Harus Mendapat Dukungan Penuh
Khairul Fahmi menilai pemerintah harus memberikan dukungan penuh jika benar-benar ingin membangun Angkatan Siber. "Jika dukungan penuh diberikan, maka proses menuju matra siber yang sepenuhnya operasional bisa memakan waktu antara 15 hingga 20 tahun," kata Khairul di Jakarta, Kamis, 5 September 2024, dikutip dari Antara.
Fahmi menilai pembuatan Angkatan Siber menjadi hal yang layak dilakukan, mengingat siber menjadi salah satu pilihan sebuah negara untuk menyerang negara lain. Namun demikian, Fahmi menilai butuh modal besar untuk melahirkan hingga membesarkan Angkatan Siber menjadi ujung tombak pertahanan siber negara.
4. Tidak Bertindihan dengan Unit Siber Lain
Pakar keamanan siber Dr Pratama Persadha menyebut tugas pokok dan fungsi Angkatan Siber tidak akan bertindihan dengan unit siber lainnya. "Bahkan, keberadaan-nya kelak akan saling menguatkan karena semua instansi tersebut dapat berbagi informasi terkait dengan setiap kondisi keamanan siber yang sedang terjadi," kata Pratama di Semarang, Rabu 4 September 2024, dikutip dari Antara.
Selanjutnya, kata Pratama, masing-masing instansi dapat menggali informasi yang lebih dalam sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) setiap instansi. Dengan demikian, tambah Pratama, mereka bisa saling bersinergi dan menguatkan karena aspek pandangan yang lebih holistic.
5. Memiliki Keahlian Khusus
Pratama memandang sumber daya manusia (SDM) pasukan siber mesti memiliki program keahlian khusus. Selain itu, perekrutan peretas merupakan langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan SDM di matra tersebut. Selain skill, menurutnya, peretas juga tergabung dalam berbagai forum underground, tempat peretas saling membagikan teknik dan tools peretasan terbaru.
"Tidak jarang juga menginformasikan kampanye serangan siber yang akan mereka lakukan. Jika Indonesia menjadi target serangan siber, akan dapat diambil berbagai tindakan pencegahan sebelumnya," tutur Pratama yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK di Semarang, Rabu, 4 September 2024, dikutip dari Antara.
6. Pemimpin Berkompeten dalam Ilmu Siber
Pratama Persadha menilai pimpinan Angkatan Siber mesti berkompeten dalam ilmu keamanan siber. "Kepemimpinan yang memiliki kompetensi tinggi sangatlah krusial karena tantangan dalam ruang siber makin kompleks dan beragam," kata Pratama yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 4 September 2024, dikutip dari Antara.
Karena itu, kata dia, angkatan siber membutuhkan pemimpin yang memahami secara mendalam berbagai aspek keamanan siber, termasuk ancaman yang berkembang, teknologi terbaru, dan regulasi terkait.
KHUMAR MAHENDRA | SAPTO YUNUS | ANTARA
Pilihan editor: Sederet Fakta Angkatan Siber: Salah-satunya Tidak Mengganggu Unit Siber Instansi Lain