TEMPO.CO, Vanimo - Menunggang pesawat milik Australian Air Force C-130, Paus Fransiskus menempuh penerbangan dari ujung timur Papua Nugini menuju sisi barat, Vanimo. Untuk menjangkau Vanimo, Paus dan rombongan hanya memiliki pilihan transportasi udara.
Penerbangan dengan pesawat Hercules yang membelah bukit-bukit itu membutuhkan waktu 1,5 jam perjalanan. Di dalam pesawat, Paus duduk bersama beberapa pejabat Takhta Suci Vatikan.
Paus Fransiskus membawa makanan, obat-obatan, permen, mainan, dan bantuan untuk penduduk di Vanimo. Sejumlah staf di sekitar Vatikan mengatakan Paus Fransiskus begitu bersemangat mengunjungi Vanimo meski tempat itu ratusan kilometer jaraknya dari Port Moresby, Papua Nugini.
Medan perjalanan menuju tepi barat Papua Nugini boleh saja berat. Tapi, orang-orang di sekitar Paus Fransiskus menyebut Bapa Suci ingin mengunjungi para pastur asal Argentina di Vanimo. Di Ibu Kota Provinsi Sandaun yang berbatasan langsung dengan Jayapura itu, lima pastur asal Argentina mengabdi.
Tiba di Vanimo tengah hari setelah memimpin misa akbar untuk 35 ribu umat di John Guise Stadium, Paus memuji keindahan Papua Nugini. “Sahabat-sahabat terkasih, setelah mengunjungi negara Anda, banyak wisatawan pulang ke rumah dengan mengatakan bahwa mereka telah melihat surga,” kata Paus Fransiskus, Ahad, 8 September 2024.
Warga menyambut Paus antusias. Di sebuah lapangan yang jaraknya satu kilometer dari Bandara Vanimo, orang tumpah ruah. Sebagian tampak mengibarkan bendera Papua Nugini. Sebagian lain berasal dari Indonesia. Seorang staf panitia lokal memberi tahu bahwa di Vanimo, 200 orang Indonesia datang untuk menyapa Paus.
Warga setempat memberi hadiah mahkota burung cenderawasih kepada Paus. Mereka berteriak-teriak “Viva Il Papa” manakala mahkota itu dipakai oleh Jorge Mario Bergoglio ini. Setelah memberi berkat dan memuji keindahan Papua Nugini, Paus menyampaikan pesan. Ia mengatakan keindahan bukan satu-satunya harta karun bagi para penduduk.
Hadiah paling berharga bagi warga Papua Nugini, kata Paus, adalah sikap saling menghargai. “Terutama karena orang-orang baik yang Anda temui di sini,” kata Paus.
Setelah bertemu lebih dari seribu orang di Vanimo, Paus bertemu dengan pastor dan biarawan-biarawati. Pertemuan tertutup itu mempertemukan Paus dengan lima pastor dari Argentina. Satu di antaranya adalah Martin Prado, kenalan Paus Fransiskus. Dialah salah satu orang yang mengenalkan Vanimo kepada Paus Fransiskus.
Martin orang pertama menyambut Paus Fransiskus ketika Bapa Suci itu tiba di Vanimo Ahad siang. Kepada sejumlah wartawan yang mengikuti penerbangan Paus secara terbatas ke Vanimo, Martin menjelaskan bahwa ia pernah mengajak Paus Fransiskus ke Vanimo dan Paus berjanji akan mengunjunginya.
Pertemuan di Santha Martha
Perkenalan pertama Martin dengan Paus dimulai pada 2019. Lima tahun lalu, Martin bersama komunitas paroki di Vanimo berziarah ke Vatikan. Mereka berbekal nekat menginjak tempat peziarahan bagi orang Katolik itu. Menginap dari satu asrama ke asrama lain.
Setibanya di Vatikan, mereka mencoba bertemu dengan Paus Fransiskus di Asrama Santha Martha. Santha Martha adalah asrama tempat tinggal Paus. Tapi rombongan itu ditolak oleh Garda Swiss—pengawal Paus. Area Santha Martha adalah area steril yang tak dapat dikunjungi sembarang orang.
Martin meninggalkan sebuah pesan untuk Paus kepada Garda Swiss. Pesan itu berisi informasi bahwa ia seorang pastor dari Argentina yang tinggal di Papua Nugini. Ia ingin mengunjungi Paus Fransiskus, pemimpin agama yang berasal dari tanah kelahirannya.
Esok paginya setelah Martin meninggalkan area Santha Martha, Paus memanggil Martin dan rombongannya lewat e-mail yang sengaja ditulis oleh Martin disitu. “Saya akhirnya bertemu dengan Paus Fransiskus untuk pertama kalinya saat itu,” kata Martin. Martin berbicara dengan bahasa Spanyol. Seorang jurnalis dari Radio Nasional Spanyol, Jordi Barcia, membantu menerjemahkannya dalam bahasa Inggris.
Martin, 36 tahun, menuturkan bahwa ia datang ke Papua Nugini karena mendengar dari temannya bahwa negara itu membutuhkan banyak bantuan untuk mengembangkan pendidikan dan kesehatan. Misionaris di Vanimo juga baru saja dimulai sekitar 60 tahun lalu. Dia tiba di Vanimo ketika berusia 29 tahun.
"Saya bercerita pengalaman masuk ke Vanimo. Kami melakukan yang Yesus lakukan, yaitu merasakan penerimaan dan penolakan,” kata Martin.
Martin lantas menceritakan berbagai isu utama di Papua Nugini, tidak hanya soal pendidikan dan kesehatan. Tapi juga perempuan dan pertambangan. Di akhir perjumpaan dengan Paus Fransiskus di 2019, Martin meminta Paus berkunjung ke Vanimo. Mendengar cerita Martin, Paus Fransiskus berjanji akan mengunjungi tanah tempatnya bertugas.
Setelah bertemu dengan para pastor, Paus Fransiskus bertemu biarawan biarawati. Mereka meminta Paus Fransiskus memberkati 25 patung Bunda Maria Lujan. Patung Bunda Maria Lujan adalah patung khas Argentina. Patung ini meliki warna biru seperti warna bendera Argentina pada bagian kerudung Maria. Paus kembali ke Papua Nugini setelah bertemu dengan mereka.
Pilihan Editor: Paus Fransiskus Bicara Tambang di Papua Nugini: Harus Mengutamakan Keadilan