TEMPO.CO, Solo - Aksi unjuk rasa Gabungan Pergerakan Rakyat Amankan Konstitusi atau GAPRAK menyerukan tujuh tuntutan yang dituangkan dalam Petisi Solo. Aksi tersebut digelar di depan Gedung DPRD Kota Solo, Jawa Tengah, Senin, 26 Agustus 2024.
Koordinator lapangan Muchus Budi Rahayu mengemukakan aksi itu menyoroti sikap gerombolan anggota Badan Legislatif atau Baleg DPR RI dari fraksi pendukung rezim yang telah berusaha membangkang dan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60/PUU-XXII/2024 tentang Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah dan Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024 tentang Batas Usia Calon Peserta Pilkada.
"Berpikir dan mengangankan tindakan itu saja adalah sebuah kekejian terhadap demokrasi dan supremasi hukum, apalagi mereka telah melakukannya sehari setelah kedua Putusan MK itu," ujar Muchus membacakan naskah Petisi Solo di depan Gedung DPRD Kota Solo. "DPR telah melakukan makar terhadap konstitusi mengingat Putusan MK berlaku final dan mengikat."
Pendaftaran peserta Pilkada Serentak Tahun 2024 akan dilakukan 27-29 Agustus 2024. Pada akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024, yang mengakomodasi amar Putusan MK Nomor 60 dan 70. Namun, menurut dia, tidak ada jaminan rezim dan para penjilatnya tak akan mengakalinya lagi demi nafsu kuasanya.
"Kami punya banyak pengalaman terkait inkonsistensi dan patgulipat politik rezim Jokowi. Karena itu, bersikap kritis dan mempertahankan sikap skeptis terhadap rezim, menjadi wajib hukumnya."
Ia mengatakan telah bertekad untuk terus mengawal dan memastikan tidak ada lagi upaya pembegalan konstitusi. "Karena sebelumnya gerombolan anggota Baleg DPR dari faksi pendukung rezim telah berusaha membangkang dan meniadakan kedua putusan MK itu," ucap dia menegaskan.
Menurut dia, upaya mengantisipasi tindakan lancung rezim Jokowi, masih perlu terus diwaspadai. Apalagi hingga saat ini, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu juga belum mengeluarkan Peraturan Bawaslu yang merujuk pada kedua amar Putusan MK tersebut.
"Bagaimana mungkin wasit bisa bekerja melakukan pengawasan secara fair dan transparan jika aturan pelanggarannya saja tidak lebih dulu disepakati," katanya.
Dalam situasi sengkarut politik seperti itu, ia mengatakan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia justru memperuncing kondisi dengan melakukan provokasi dan penghasutan yang menyudutkan martabat Raja Jawa. Pernyataan itu telah memicu kebencian etnis dan berpotensi merusak persatuan bangsa.
"Menyikapi kondisi yang terjadi, GAPRAK menyampaikan tujuh tuntutan dan pernyataan sikap yang kami sebut sebagai Petisi Solo," tutur dia.
Tujuh tuntutan itu, pertama, meminta dengan hormat KPU RI dan dan KPU di tingkat daerah melaksanakan PKPU No 10 Tahun 2024 demi penegakan demokrasi yang fair, jujur dan adil sesuai konstitusi.
Kedua, mendesak Bawaslu segera menerbitkan Perbawaslu sesuai putusan MK Nomor 60 dan 70 paling lambat Senin, 26 Agustus 2024, pukul 24.00 WIB.
Ketiga, mendesak Jokowi tidak menerbitkan Perppu, Dekrit atau cawe-cawe apapun atas nama kewenangan Presiden untuk mementahkan PKPU dan Perbawaslu yang mengatur seluruh tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Keempat, partai-partai politik yang pada 21 Agustus 2024 telah melakukan akrobat politik berupa upaya melawan Putusan MK No 60 dan No 70/PUU-XXII/2024, wajib meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia secara terbuka karena telah dengan kesadaran penuh melakukan pembangkangan dan pengkhianatan konstitusi.
Kelima, mendesak Bahlil Lahadalia meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia atas penghasutan dan ujaran kebencian dengan menyerang dan merendahkan martabat Raja Jawa yang bisa memicu timbulnya kebencian terhadap salah satu suku bangsa sehingga berpotensi merusak kerukunan dan persatuan bangsa.
Keenam, Pemilu Kepala Daerah adalah bagian dari pelaksanaan demokrasi. Rakyat bebas memilih menggunakan hati nuraninya dengan sepenuh kesadaran, kebebasan, segala intimidasi, tekanan, dan kekerasan fisik maupun psikis terhadap calon pemilih oleh siapa pun juga adalah kejahatan besar bagi kehidupan demokrasi.
"Ketujuh, jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami serukan 'Jokowi Mundur Sekarang Juga'. Selanjutnya kami akan mempelopori gerakan pembangkangan sipil secara nasional serta menolak hasil Pilkada Serentak Tahun 2024 yang dipastikan akan penuh rekayasa rezim yang ingin menghancurkan demokrasi dan masa depan bangsa," ucap dia.
Pilihan editor: Surya Paloh Disebut Dapat Dukungan Kuat jadi Ketum NasDem Lagi