TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyebut sosok Raja Jawa ketika berpidato mengenai pemaparan visi dan misinya dalam Musyawarah Nasional XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu lalu.
“Raja Jawa ini kalau kita main-main celaka kita,” ujarnya yang dikutip dari Antara
Bahlil tidak menjelaskan siapa sosok raja yang dimaksud tersebut. Bahlil menyampaikan hal tersebut setelah mengajak kader Partai Golkar untuk lebih paten lagi dalam mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang sebagai keberlanjutan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Menurut Bahlil, program yang paling utama dalam kepemimpinannya di Partai Golkar adalah menjadi garda terdepan untuk menyukseskan pemerintahan mendatang. Selain itu, kader Partai Golkar juga perlu menjadi benteng pertahanan terhadap gangguan yang datang dari dalam maupun luar.
“Kita sudah bersepakat Golkar mendukung pemerintah, jangan pagi mendukung, malam bikin lain,” kata Bahlil yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut.
Menanggapi dari pidato Bahlil tersebut, Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan pihaknya pun tidak mengetahui apa yang dimaksud.
“Urusannya apa (soal pidato Raja Jawa)? Tidak tahu saya soal pidato itu,” tandas Sultan di sela Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada 2024 Wilayah Jawa di Yogyakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu menyatakan sudah tidak akan mencampuri apapun lagi terkait dinamika politik karena bukan kewenangannya. Meski Raja Keraton Yogyakarta ini pernah menjadi kader dan pengurus Partai Golkar, Sultan HB X sendiri telah resmi keluar dan meninggalkan seluruh atribut partai politiknya.
Terutama ketika Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 mengenai Keistimewaan DIY disahkan. Dalam aturan tersebut, Sultan dan Paku Alam tidak boleh masuk dalam partai politik karena bertakhta secara otomatis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sehingga, terkait dinamika politik Golkar termasuk pergantian ketua umum hingga pidato Bahlil tersebut, Sultan HB X menilai hal tersebut bukanlah ranahnya lagi untuk berbicara maupun menanggapi lebih jauh. Meskipun dari sisi sosial, Sultan HB X adalah raja di tanah Jawa.
“Saya kan sudah tidak berpartai lagi, tidak boleh (masuk partai sesuai UU),” tambahnya.
Sementara itu, politisi senior Partai Golkar Idrus Marham mengatakan bahwa ungkapan Bahlil hanya merupakan candaan politik. Hal ini disebabkan oleh tema pidato Bahlil yang juga banyak menyinggung soal isu-isu yang berkembang di masyarakat.
Menurut Idrus, ‘Raja Jawa’ tersebut bukan sikap politik dari partai. “Harus dibedakan antara pernyataan politik dan guyonan politik,” kata Idrus yang dikutip dari Antara.
Tidak hanya itu, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menanggapi pernyataan ‘Raja Jawa’ yang disebut oleh Bahlil dalam pidatonya tersebut. Megawati meminta Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahdalia mengenalkan dirinya kepada sosok ‘Raja Jawa’ yang disebutkan dalam pidato tersebut.
Hal tersebut disampaikan Megawati setelah pembacaan nama-nama bakal calon kepala daerah yang diusung oleh PDI Perjuangan gelombang kedua di Kantor DPP PDI Perjuangan pada Jakarta, Kamis.
Pada mulanya, salah satu staf Megawati menyampaikan mengenai pidato Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia pada penutupan Munas Partai Golkar.
“Saya ketawa, ketawanya, sudah dia ngomong Raja Jawa. Kayak dia mengerti artinya Raja Jawa. Makanya saya langsung sambil sarapan ketawa, wih,” tutur Megawati yang dikutip dari Antara.
HAURA HAMIDAH I PRIBADI WICAKSONO
Pilihan editor: Mahasiswa Kembali Aksi Kawal Putusan MK di DPR, Singgung Soal Raja Jawa