TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, Masinton Pasaribu, mengatakan aksi demo yang dilakukan masyarakat semestinya mengingatkan pemerintah, DPR maupun partai-partai politik untuk tidak mengangkangi konstitusi dengan cara-cara munafik. "Rakyat sudah muak," kata Masinton usai temui massa di kompleks parlemen pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Masinton mengatakan elemen-elemen pro-demokrasi bergerak menentang kekuasaan yang ugal-ugalan yang selama ini mengakali konstitusi. Dia mengatakan aksi turun ke jalan tersebut menunjukkan situasi dan kondisi di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Kita tahu ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan nomor 90 tahun 2023 banyak kritik dari berbagai elemen. Bahwa konstitusi digunakan untuk kepentingan kekuasaan," ujarnya.
Pada Kamis, 22 Agustus 2024, masyarakat dari berbagai kalangan berdemo di depan Gedung DPR menuntut DPR menjalankan putusan MK. Sebelumnya, MK mengurangi ambang batas pencalonan untuk kepala daerah. Hal ini membuat PDIP bisa mengusung calonnya untuk maju di Pilkada DKI.
Namun, Baleg DPR memutuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Putusan Baleg DPR yang diketok palu pada Rabu, 21 Agustus 2024 itu, mengoreksi putusan MK yang telah menghapus ambang batas tersebut. Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai revisi UU Pilkada yang dilakukan oleh Baleg DPR cacat hukum atau inkonstitusional.
Langkah DPR itu menimbulkan penolakan dari masyarakat. Media sosial dipenuhi dengan ajakan untuk berunjuk rasa ke DPR pada hari ini. DPR dianggap telah melakukan pembangkangan konstitusi karena melawan putusan MK.
Mochamad Firly Fajrian