TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menyebut maraknya unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di sejumlah daerah bukan fenomena normal. Masinton menyebut masifnya gelombang demokrasi ini menandakan kekuasaan yang zalim.
“Kali ini kekuasaan yang zalim ingin memaksakan kehendaknya kepada rakyat dengan mengakali konstitusi dan perundang-undangan,” kata Masinton kepada awak media di kompleks Parlemen pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Masinton menyebut masyarakat pro-demokrasi ini bergerak karena ingin menentang kesemena-menan kekuasaan yang telah mengakali konstitusi. Dia menilai konstitusi saat ini digunakan untuk kepentingan kekuasaan.
“Kita tahu ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan nomor 90 tahun 2023 banyak kritik dari berbagai elemen. Bahwa konstitusi digunakan untuk kepentingan kekuasaan dan kemudian terjadi pemilu, hasil pemilu rakyat menerima hasil itu,” kata Masinton.
Oleh karena itu, Masinton mengklaim partainya menangkap suasana kebatinan rakyat yang menginginkan demokrasi ditegakkan.”Tidak ingin kekuasaan merobek-robek konstitusi, membegal demokrasi, dan memaksakan kehendak kekuasaannya atas nama konstitusi dan perundang-undangan yang dikangkangi,” kata dia.
Sesaat sebelum itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menggelar konferensi pers di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis malam, 22 Agustus 2024. Dasco kembali memastikan Pilkada 2024 akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi atau putusan MK yang sebelumnya mengubah syarat pencalonan kepala daerah.
DPR sebelumnya sempat berencana mengesahkan revisi Undang-Undang atau UU Pilkada yang akan membuat putusan MK tak sepenuhnya berlaku. Namun, rencana tersebut batal lantaran rapat paripurna pengesahan aturan itu tidak memenuhi kuorum.
“Tadi sudah diketok bahwa revisi UU Pilkada tidak dapat dilaksanakan,” kata Dasco, Kamis malam.
Dasco mengatakan batalnya paripurna hari ini berarti revisi UU Pilkada tidak akan disahkan hingga tahapan pendaftaran calon Pilkada 2024. Sebab, kata dia, DPR sudah tak bisa menjadwalkan paripurna lainnya sebelum tanggal pendaftaran Pilkada. Rapat paripurna diperlukan untuk mengesahkan undang-undang di DPR.
“Sesuai dengan mekanisme yang berlaku, apabila mau ada paripurna lagi harus mengikuti tahapan-tahapan yang diatur sesuai dengan tata tertib di DPR,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Adapun Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan/Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengatakan pemerintah menjamin kebebasan berpendapat bagi masyarakat.
"Pesan yang mungkin harus kita sampaikan adalah bahwa kita menjamin kebebasan berpendapat. Demokrasi di negara kita ini sangat terbuka," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.
Dalam pernyataan sebelumnya, Hasan menyatakan pemerintah mengikuti aturan yang berlaku soal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
"Pemerintah dalam posisi yang sama seperti sebelumnya, yaitu mengikuti aturan yang berlaku. Selama tidak ada aturan yang baru maka pemerintah akan mengikuti aturan yang berlaku saat ini," kata dia.
Ia mengatakan bahwa DPR RI sudah menyatakan tidak ada pengesahan RUU Pilkada.
Hasan menyampaikan apabila sampai tanggal 27 Agustus 2024 RUU Pilkada tidak disahkan maka DPR akan mengikuti aturan terakhir, yaitu putusan Mahkamah Konstitusi.
Sultan Abdurahman dan Firly Fajrin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Amnesty International Sebut Aparat Brutal ke Massa Aksi Tolak Revisi UU Pilkada