TEMPO.CO, Solo - Massa unjuk rasa di depan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis, 22 Agustus 2024, menyerukan 'Pulangkan Jokowi'. Selain mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Solo Raya, aksi memprotes DPR yang ingin menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat ambang batas usia pencalonan kepala daerah pada ajang Pilkada 2024 itu, diikuti seribuan peserta dari berbagai elemen masyarakat.
Pantauan Tempo, massa memulai aksi mereka di bundaran Gladak Solo sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka menyebut diri sebagai Koalisi Indonesia Melawan untuk menolak revisi RUU Pilkada yang disusun oleh DPR secara kilat.
Dari titik kawasan bundaran Gladak itu, massa kemudian berjalan mundur menuju Balai Kota Solo. Aksi jalan mundur itu sebagai simbol mundurnya demokrasi Indonesia.
Terlihat spanduk raksasa bergambar Jokowi dan kedua anaknya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, yang mereka bentangkan. Mereka juga membawa pocong dan spanduk-spanduk yang bertuliskan beragam kalimat bernada sindiran dan protes seperti “Tukang Kayu Sedang Mempersiapkan Kursi Untuk Anaknya#Orba Jilid 2“, “Rezim Jokowi”, “Pulangkan Jokowi Solo”, “Darurat Reformasi", "Tolak Pilkada Akal-akalan”, “Habis Gibran, Terbitlah Kaesang”, dan lainnya.
Unjuk rasa juga diwarnai aksi bakar ban. Hingga berita ini diturunkan aksi unjuk rasa masih berlangsung dengan pengawalan ketat ratusan anggota Kepolisian Resor Kota Solo.
Ketua BEM Universitas Sebelas Maret (UNS), Agung Lucky Pradita mengemukakan aksi ini sebagai bentuk menjaga demokrasi yang mundur di bawah pemerintahan Jokowi. Ia menegaskan bahwa saat ini demokrasi sedang tidak baik-baik saja.
“Soal putusan MK yang bersifat final, tetapi ternyata Baleg DPR dan MK berbeda soal UU Pilkada. DPR menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam merevisi aturan Pilkada 2024," ujar dia kepada wartawan di sela-sela aksi.
Ia menyatakan tidak ingin kejadian serupa di Pilpres yang meloloskan Gibran, terulang kembali di Pilkada. Untuk itu mereka memastikan akan mengawal paripurna penetapan RUU Pilkada oleh DPR tersebut hingga tuntas.
“Itu lagi coba kami kawal. Jangan sampai terjadi saat Pilpres kemarin terulang di Pilkada. Adanya peraturan yang secara tiba-tiba,” kata dia.
Ia menambahkan aksi jalan mundur sebagai simbolis mundurnya demokrasi berawal dari Solo. Ia menyebut salah satu tuntutan aksi ini adalah menolak tegas revisi UU Pilkada.
“Jalan mundur aksi simbolis mundurnya demokrasi berawal dari Solo. Menolak tegas revisi UU Pilkada, dan minta KPU tegas jalankan putusan MK,” ucap dia menegaskan.
Melalui aksi tersebut, ia menyebut ada sekitar 18 tuntutan yang dilayangkan kepada DPR dan pemerintah. Beberapa tuntutan itu di antaranya mendesak DPR membatalkan UU undang-undang yang sudah disepakati oleh Baleg DPR RI.
"Menolak dengan tegas dan keras, atas revisi undang-undang Pilkada yang telah disahkan secara mendadak dan telah mencederai konstitusi," kata dia.
Tuntutan selanjutnya antara lain mendorong KPU untuk tetap menjaga muruah dan berprinsip sebagai penyelenggara pilkada yang bermartabat, dengan berpegang teguh pada aturan hukum yang sudah ditetapkan pada putusan MK Nomor 60/PUU-XXI/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum dan atas kembalinya marwah konstitusi yang sudah dikhianati.
Pilihan editor: Demo di DPR Memanas, Mahasiswa Menjebol Pagar Belakang Gedung DPR