TEMPO.CO, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menilai proses pembahasan Rancangan Undang Undang atau RUU Pilkada di Badan Legislasi DPR tidak akan mencederai demokrasi. Padahal RUU tersebut dibuat untuk menjegal putusan Mahkamah Konstitusi.
Pelaksana tugas Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono menyebut tidak ada kecurigaan bahwa ada upaya pelemahan demokrasi dalam pembahasan RUU tersebut. Meskipun banyak kejanggalan dalam proses tersebut seperti agenda yang mendadak dan prosesnya super kilat hanya tujuh jam menyelesaikan revisi Undang-Undang.
"Ya, enggak. Ini kan, politik dinamis ya sesuai dengan keadaan. Pendaftaran untuk pilkada kan tinggal beberapa hari kan?" ujarnya saat ditemui wartawan di musyawarah nasional atau Munas XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Dia meminta masyarakat menunggu hasil pembahasan itu.
"Ya, sudah dibahas di DPR. Nanti tunggu hasilnya ya," kata Mardiono.
Agenda DPR tersebut diadakan satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait UU Pilkada, di antaranya memutuskan penurunan ambang batas pencalonan kepala daerah dan soal batas usia calon kandidat di Pilkada.
Lebih lanjut, Mardiono juga membantah bahwa pembahasan RUU Pilkada ditujukan untuk menjegal calon gubernur tertentu untuk maju di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024. "Ndak, ndak, ndak ada. Kami harus melayani rakyat dan melayani umat ya," tuturnya.
Saat ditanya soal peluang memuluskan jalan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, Mardiono irit berkomentar. "Nanti tungguin keputusan DPR aja ya," ucapnya.
Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek memimpin rapat Baleg DPR itu pagi ini. Rapat tersebut dimulai sekitar 10.12 WIB di ruang rapat Baleg, kompleks parlemen Senayan.
Awiek mengatakan rapat kali ini dihadiri 28 orang dari seluruh fraksi yang ada di DPR. “Sesuai dengan laporan sekretariat rapat ini telah dihadiri oleh 28 orang anggota dari 80 anggota dari 9 fraksi lengkap. Bahkan ini tergolong rapat paling ramai,” kata Awiek pada permulaan rapat.
Awiek berujar rapat tersebut adalah pembahasan tingkat I yang dibutuhkan sebelum pengambilan keputusan. Pembahasan tingkat I adalah rapat-rapat yang berlangsung di komisi atau alat kelengkapan dewan yang ada di DPR sebelum pembahasan tingkat II di rapat paripurna.
“Dalam rangka pembahasan tingkat 1 atas RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota menjadi UU atau RUU Pilkada,” ucap Awiek.
Awiek menyampaikan rapat kali ini juga akan membahas putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah. Namun, kata dia, Baleg akan terlebih dahulu membahas Daftar Inventaris Masalah atau DIM RUU Pilkada yang sebelumnya sudah ada di Baleg DPR.
Baleg mengagendakan pembahasan RUU Pilkada hanya satu hari setelah putusan MK. Putusan tersebut disidangkan pada Senin 20 Agustus 2024.
Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora soal UU Pilkada. Dalam putusannya, MK menyebut partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah walaupun tidak memiliki kursi di DPRD.
MK memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.
Selain itu, MK juga memutus Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian syarat batas usia calon kepala daerah yang diatur Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada. MK menolak permohonan dari dua mahasiswa, Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang meminta MK mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah sebelum adanya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Putusan MA yang dikeluarkan pada 29 Mei 2024 itu mengubah syarat usia calon kepala daerah menjadi saat pelantikan calon terpilih. Sebelumnya, syarat tersebut berlaku saat penetapan calon oleh KPU.
Meski menolak permohonan dari Fahrur dan Anthony, MK sepakat bahwa setiap persyaratan calon kepala daerah, termasuk soal batas usia, harus dipenuhi sebelum penetapan calon oleh KPU. “Semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10/2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” kata hakim konstitusi Saldi Isra di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Sultan Abdurrahman ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mahasiswa dan Aktivis Gelar Aksi Jogja Memanggil Hari Ini Usai DPR Anulir Putusan MK