TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi atau Baleg DPR mendorong agar draf rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota disahkan dalam rapat paripurna har ini, Kamis, 22 Agustus 2024. RUU itu bakal disahkan yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pemilihan kepada daerah.
Bersamaan dengan itu, beberapa elemen masyarakat bakal menggelar demo besar-besaran. Berdasar informasi yang dihimpun Tempo, berbagai elemen masyarakat memprotes sikap DPR yang dinilai melakukan pembangkangan hukum putusan MK. Sejumlah aksi digelar yang dilakukan oleh dari guru besar, ilmuwan politik, ahli hukum tata negara, para akademisi lainnya, aktivis pro demokrasi, dan aktivis '98 yang akan melakukan aksi di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Pihak-pihak yang bakal hadir dalam aksi itu yakni Magnis Suseno, Goenawan Mohammad, Saiful Mujani, Valina Singka Subekti, Sulistyowati Irianto, Abraham Samad, Bivitri Susanti, Usman Hamid, Ubedilah Badrun, Ray Rangkuti, A.Wakil Kamal, Nong Darul Mahmada, Alif Iman, Antonius Danar, Danardono Sirojudin, Fauzan Luthsa, hingga Kusfiardi.
“Kami para guru besar, para ilmuwan politik, ahli hukum tata negara, para akademisi lainya, para aktivis pro demokrasi, dll yang didukung penuh aktivis '98 akan bergerak melakukan perlawanan menuju gedung MK untuk selamatkan demokrasi dan selamatkan republik,” tulis seruan aksi yang diterima Tempo, Rabu, 21 Agustus 2024.
Selanjutnya, ada aksi dari Gerakan Jogja Memanggil yang juga akan turun ke jalan menyuarakan kegelisahannya soal terancamnya proses demokrasi di Indonesia. Aksi Jogja Memanggil ini akan dilakukan di wilayah DIY dengan titik kumpul Lapangan Parkir Abu Bakar Ali, Malioboro.
Mahasiswa juga akan turun ke jalan. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dari berbagai kampus akan berdemo menolak sikap DPR. Mereka menyerukan seluruh kampus di 14 wilayah untuk melakukan aksi di masing-masing wilayah dan bergabung aksi massa di Gedung DPR hari ini.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20 Agustus 2024 telah memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait. Putusan itu termuat dalam putusan MK 60/PUU-XXII/2024.
Dalam putusan lain yakni 70/PUU-XXII/2024, MK juga telah menetapkan batas usia calon kepala daerah minimal 30 tahun saat penetapan calon oleh KPU.
Namun, sehari pasca putusan tersebut, yakni pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat itu, Baleg menyatakan tetap menggunakan ambang batas 20 persen kursi di parlemen bagi partai politik yang hendak mengusung calonnya di pemilihan kepala daerah.
Selain itu, Baleg DPR juga menolak putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon. Keputusan Baleg DPR batas usia calon berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.