TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengkritik penyeragaman yang dilakukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP terhadap anggota Paskibraka. Dengan dalih, peraturan yang telah dibuat, anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka itu harus melepas jilbab mereka saat acara pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di IKN.
"Setara Institute menolak kebijakan yang menyeragamkan pelepasan jilbab bagi Paskibraka dan Paskibra di berbagai daerah dalam rangka upacara peringatan proklamasi kemerdekaan atau upacara-upacara lainnya," kata Halili dalam keterangan pers yang diterima Tempo, Kamis, 15 Agustus 2024.
Pada saat yang sama, Setara Institute juga menolak segala bentuk politik penyeragaman, termasuk pemaksaan penggunaan jilbab dalam berbagai konteks seperti di lembaga-lembaga pendidikan. "Khususnya sekolah-sekolah negeri, sebab hal itu merupakan bentuk politik penyeragaman yang bertentangan dengan kebinekaan Indonesia," ujar Halili.
Menurut Halili, BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman. Dalam pandangan Setara Institute, menggunakan jilbab atau tidak menggunakan jilbab sebagai ekspresi keyakinan merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati oleh negara dan setiap orang.
Hal tersebut dijamin dalam UUD Negara RI Tahun 1945, terutama Pasal 29 Ayat (2) yang menegaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan keyakinan bagi siapapun.
Baca juga:
"Oleh karena itu setiap upaya satu pihak kepada pihak lain untuk menanggalkan keyakinan, baik dengan paksaan maupun dengan pengkondisian tanpa paksaan, merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD, terutama pasal 29 Ayat (2) tersebut dan juga pasal 28I Ayat (2) dan (4)," kata Halili.
Mengenai polemik jilbab bagi anggota Paskibraka, Halili mencermati ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, memang tidak ada pemaksaan kepada seorang anggota Paskibraka (putri) untuk melepas jilbab.
Tapi, kata dia, terdapat standar pakaian atau seragam yang dicontohkan secara visual di dalamnya, dimana anggota Paskibraka putri tidak berjilbab. "Hal itu merupakan bentuk penyeragaman yang tidak mengakomodasi kebinekaan dalam keyakinan mengenai penggunaan jilbab," ujar dia.
BPIP, kata Halili seharusnya menjadi teladan bagi penghargaan dan penghormatan atas keberagaman keyakinan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa Indonesia dengan mengokomodasi penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri.
"Sebagai lembaga yang berwenang melakukan pembinaan ideologi negara, BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman. Mereka harus mengakomodasi hak dasar dan aspirasi anggota paskibraka putri untuk menggunakan jilbab yg sama sekali tidak menghambat tugas mereka sebagai pengibar bendera dalam Upacara Bendera 17 Agustus mendatang," ujar Halili.
Apalagi, ujar dia, kalau dicek regulasi sebelumnya, saat masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pemudan dan Olahraga (Kemenpora), anggota Paskibraka putri diperbolehkan berjilbab.
Halili mengatakan, Setara Institute mendesak Pemerintah, khususnya BPIP, untuk segera menyelaraskan aturan mengenai Paskibraka, khususnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022, Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024, agar lebih sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945 serta semboyan negara Indonesia Bhinneka Tunggal Ika.
Pilihan Editor: Moeldoko Ungkap Respons Jokowi soal Paskibraka Lepas Jilbab: Hormati Keyakinan
.