TEMPO.CO, Jakarta - Bendahara Projo, Panel Barus, menilai permintaan maaf Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang disampaikan pada momen zikir kebangsaan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis malam, 1 Agustus 2024 adalah hal wajar dan manusiawi.
Dia mengkritik komentar dari sejumlah pakar politik yang menyebut permintaan maaf itu karena janji politik Jokowi yang tidak terpenuhi. Misalnya, soal Ibu Kota Nusantara atau IKN yang sangat ambisius gagal diwujudkan bahkan hingga dosa-dosa selama menjabat.
"Tidak perlu satu permintaan tulus itu kemudian dipolitisasi berlebihan. Saya jadi bertanya kepada pihak yang merespons permintaan maaf, anda sehat atau tidak. Apalagi ada pengamat kemudian mengait-kaitkan dengan nawadosa segala macam. Menurut saya pansos," kata Panel dalam konferensi pers di Kantor DPP Projo pada Sabtu, 3 Agustus 2024.
Panel menilai permintaan Jokowi maupun wakilnya, Maruf Amin merupakan hal yang wajar dan tulus di momen yang baik. Apalagi disampaikan di depan ulama.
"Itu hal yang wajar, satu hal yang manusiawi, karena tidak ada yang sempurna," tuturnya.
Permintaan maaf dari Jokowi itu, menurut dia, merupakan satu bukti bahwa Presiden RI sebagai manusia yang merendah diri dan tidak sombong. "Biar bagaimanapun Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin adalah manusia yang mungkin dalam kepemimpinan di periode kedua ada banyak kebijakan yang tidak bisa menyenangkan semua pihak," ucap dia.
Pada masa kepemimpinan kedua, Panel sepakat Jokowi tidak bisa maksimal, namun menurut dia kekurangan Jokowi karena ada wabah pandemi Covid-19, sehingga banyak kebijakan yang dialihkan untuk mengatasi krisis itu. "Jadi respon DPP Projo apabila ada satu pernyataan permintaan maaf yang tulus dari presiden maupun wakil presiden di depan ulama. Kemudian menuai satu kemarahan atau kritik yang menurut saya itu enggak pada tempatnya," kata Panel.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia atas segala salah dan khilafnya dalam menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia (RI).
“Dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor K.H. Ma’ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini,” kata Jokowi, seperti dikutip dari Antara, Kamis,1 Agustus 2024.
Pemintaan maaf itu ditanggapi sejumlah pengamat. Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, melihat alasan Presiden Jokowi meminta maaf lantaran sadar banyak salah dengan janji politiknya yang tidak dipenuhi. Bahkan, kata Hendri Satrio, Ibu Kota Nusantara atau IKN yang sangat ambisius gagal ia wujudkan.
Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini mengatakan Jokowi tampaknya tersentil pemberitaan media massa yang mengulas 10 tahun kepemimpinannya. Bahkan, Majalah Tempo mendeskripsikan ada 18 dosa Jokowi dan 9 nawacita yang tak terpenuhi.
“Ya mungkin 18 dosa Jokowi yang dimuat Tempo, mungkin dia mau minta maaf soal itu,” kata Hensat, sapaan akrab Hendri Satrio, lewat pesan yang diterima Tempo, Jumat, 2 Agustus 2024.
Pegiat demokrasi, Gde Siriana, juga menyoroti permintaan maaf yang disampaikan Presiden Jokowi yang akan segera mengakhiri masa jabatannya Oktober mendatang. Permintaan maaf itu dinilai pelik, lantaran tidak sejalan dengan hasil sigi kepuasan kerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin yang meningkat jelang masa purnatugas.
“Karena tidak ada yang tegas menyatakan kepuasan. Pandangan saya, ketulusan permintaan maaf ini perlu dipertanyakan,” kata Gde dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Jumat, 2 Agustus 2024.
Permintaan maaf tersebut, Gde melanjutkan, juga terkesan menjadi formalitas belaka. Sebab, tak jelas ditujukan untuk hal apa dan mengenai kebijakan apa. Apalagi tidak disertai dengan pernyataan menyesal yang dalam atas suatu perbuatan dan kebijakan yang diterapkan.
“Misalnya menyesal karena mendorong putranya, Gibran menjadi calon Wakil Presiden saat Ia masih berkuasa. Ya, ini jadi hanya formalitas saja,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies atau INFUS itu.
Alih-alih menjadikan permintaan maaf tersebut sebagai momentum pengakuan dosa, Gde berpendapat permintaan maaf yang disampaikan Presiden cenderung menunjukkan bahwa dirinya masih memiliki power dan pengaruh politik yang besar di pemerintahan selanjutnya.
“Jadi kata maaf di akhir jabatan ini sesungguhnya dapat diartikan sebagai keyakinan Jokowi untuk menjadi king maker dalam politik Indonesia esok,” kata dia.
Pilihan Editor: Projo Umumkan Dukungan kepada 11 Bakal Calon Kepala Daerah di Pilkada 2024