Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

KH Ahmad Dahlan dari Kampung Kauman Susah payah Mendirikan Muhammadiyah

image-gnews
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. wikipedia.org
KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. wikipedia.org
Iklan

TEMPO.CO, JakartaKH Ahmad Dahlan, lahir pada 1 Agustus 1868 dengan nama asli Muhammad Darwis, adalah tokoh penting dalam sejarah Indonesia sebagai pendiri Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di negara ini. Pada 2019, Muhammadiyah memiliki pengikut yang mencapai 60 juta orang. Selain sebagai tokoh pembaruan agama, Ahmad Dahlan juga diakui sebagai pahlawan nasional.

Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, dari pasangan Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman dan Siti Aminah binti Kiai Haji Ibrahim. Ia adalah keturunan dari Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah satu Wali Songo yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Garis keturunan ini ia dapatkan dari pihak ayahnya. Dari kecil, Ahmad Dahlan dikenal sebagai anak yang cerdas dan kreatif, mampu mempelajari kitab-kitab agama secara mandiri di pesantren.

Pendidikan agama Ahmad Dahlan dimulai dari keluarganya sendiri. Pada usia delapan tahun, ia sudah mampu membaca Alquran dengan baik. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya pada berbagai ulama, memperdalam pengetahuannya dalam ilmu agama. 

Pada 1883, berkat bantuan biaya dari kakak iparnya, Kiai Haji Soleh, Ahmad Dahlan berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuan agamanya. Di Mekah, ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama seperti qiraat, tafsir, tauhid, fikih, tasawuf, ilmu falak, dan bahasa Arab.

Setelah lima tahun di Mekah, Ahmad Dahlan kembali ke tanah air dan mulai mengajar anak-anak di Kampung Kauman. Ia juga menggantikan ayahnya sebagai khatib di Masjid Gedhe Kauman. Aktivitasnya sebagai pengajar dan khatib membuatnya dikenal sebagai Kiai, sebutan untuk ulama atau orang yang ahli dalam agama Islam di lingkungan Jawa.

Pada 1889, Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah, putri dari Kiai Fadhil Kamaludiningrat, penghulu di Keraton Yogyakarta. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai enam anak. Selain dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan juga menikahi tiga wanita lain setelah mendirikan Muhammadiyah. Pernikahan-pernikahan ini dilakukan dengan alasan agama dan dakwah, serta untuk memperkuat hubungan dengan pihak-pihak tertentu, seperti Keraton Yogyakarta dan ulama setempat.

Pada 1903, Ahmad Dahlan kembali ke Mekah bersama anak pertamanya, Muhammad Siradj, untuk memperdalam pengetahuan agama selama dua tahun. Di sana, ia mempelajari gerakan-gerakan pembaruan Islam yang sedang berlangsung di berbagai negara. Pemikiran-pemikiran dari tokoh-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani, Ibnu Taimiyah, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha menjadi dasar bagi Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah.

Sekembalinya ke tanah air pada 1906, Ahmad Dahlan memilih menjadi pengajar di Kampung Kauman untuk mewujudkan misinya menyebarkan gerakan pembaruan Islam. Selain sebagai pengajar, ia juga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan bersilaturahmi dengan kalangan priyayi pengurus perkumpulan Boedi Oetomo. Pada 1909, ia resmi menjadi anggota Boedi Oetomo, yang memberinya pengalaman berorganisasi dan memperluas jangkauan dakwahnya.

Selanjutnya: KH Ahmad Dhlan Mendirikan Muhammadiyah

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Wisatawan Padati Prosesi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

2 jam lalu

Para abdi dalem Keraton Yogyakarta membagikan hasil bumi gunungan dalam Gerebeg Maulud di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta Senin 16 September 2024. Dok.istimewa
Wisatawan Padati Prosesi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

Ribuan wisatawan memadati jalannya prosesi Garebeg atau Grebeg Maulud yang digelar Keraton Yogyakarta Senin 16 September 2024.


Jejak Akhir RA Kartini, Wafat di Rembang dan Tempat Peristirahatan Terakhirnya

4 jam lalu

Para peziarah memadati makam Kartini, terlihat di sekitar makam terdapat foto profil Kartini.  Rembang, Jawa Tengah, 21 April 2015. TEMPO/Budi Purwanto
Jejak Akhir RA Kartini, Wafat di Rembang dan Tempat Peristirahatan Terakhirnya

RA Kartini lahir di Jepara dan meninggal dunia di Rembang Jawa Tengah. Kisah kematiannya dan dimakamkan di mana?


Libur Panjang Maulid Nabi, Arus Lalu Lintas ke Destinasi Kota Yogyakarta Dipadati Wisatawan

20 jam lalu

Kepadatan kendaraan di area jalan menuju Taman Sari Keraton Yogyakarta Minggu (15/9). Tempo/Pribadi Wicaksono
Libur Panjang Maulid Nabi, Arus Lalu Lintas ke Destinasi Kota Yogyakarta Dipadati Wisatawan

Libur panjang akhir pekan Maulid Nabi berhasil mendongkrak kunjungan wisatawan ke Yogyakarta.


Long Weekend Maulid Nabi, Okupansi Hotel Baru di Yogyakarta Turut Melonjak

20 jam lalu

Ilustrasi kamar hotel. Freepik.com/Jannoon028
Long Weekend Maulid Nabi, Okupansi Hotel Baru di Yogyakarta Turut Melonjak

Para pelaku perhotelan Yogyakarta berharap bisa menaikkan okupansi mereka setelah pada Agustus lalu sempat drop di bawah target.


Besok Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Maulud, Begini Prosesi dan Aturannya

1 hari lalu

Ratusan warga antusias berebut gunungan Grebeg Maulud yang digelar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Kamis (28/9/2023).  (ANTARA/Luqman Hakim)
Besok Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Maulud, Begini Prosesi dan Aturannya

Sebelum Grebeg Maulud ini digelar, Keraton Yogyakarta menggelar prosesi awalan mulai dari Miyos Gangsa, Numplak Wajik, dan Kondur Gangsa.


Alasan Gunung Merapi Belum Dibuka untuk Pendakian, Sepekan 3 Kali Awan Panas

1 hari lalu

Awan panas guguran Gunung Merapi, Minggu 17 Agustus 2024, pukul 12.27 WIB. Dok. BPPTKG Yogyakarta
Alasan Gunung Merapi Belum Dibuka untuk Pendakian, Sepekan 3 Kali Awan Panas

Meski masih aktif meluncurkan awan panas dan lava pijar, cuaca di sekitar Gunung Merapi umumnya cerah pada pagi dan malam hari.


Akhir Pekan, Ada Simfoni Gumuk Pasir di Pantai Selatan Bantul

3 hari lalu

Gumuk Pasir di Parangtritis (geoparkjogja.jogjaprov.go.id)
Akhir Pekan, Ada Simfoni Gumuk Pasir di Pantai Selatan Bantul

Simfoni Gumuk Pasir bukan hanya sekadar festival musik, tetapi juga perayaan seni, alam dan budaya.


Wisatawan Bisa Belanja Cendera Mata Pasar Beringharjo Yogyakarta di Marketplace

3 hari lalu

Wisatawan berjubel di depan Pasar Beringharjo. Mereka masih menikmati Kota Yogyakarta pada awal tahun, Rabu, 1 Januari 2020. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Wisatawan Bisa Belanja Cendera Mata Pasar Beringharjo Yogyakarta di Marketplace

Pasar Beringharjo yang menjadi surganya wisatawan berburu produk kerajinan di Yogyakarta kini hadir di marketplace.


Bakal Dipindahkan ke Lokasi Baru, PKL Malioboro Siap Mengadu ke UNESCO

3 hari lalu

Aksi PKL Teras Malioboro 2 memprotes rencana relokasi yang akan dilakukan Pemda DIY di Jalan Malioboro Yogyakarta Rabu (11/9). Tempo/Pribadi Wicaksono
Bakal Dipindahkan ke Lokasi Baru, PKL Malioboro Siap Mengadu ke UNESCO

Kawasan Malioboro tempat PKL berjualan merupakan bagian dari Sumbu Filosofi Yogyakarta, salah satu warisan budaya dunia UNESCO.


Di Kafe Ini, Tamu Bisa Menyeruput sembari Belajar tentang Kopi dari A sampai Z

4 hari lalu

Suasana kafe yang juga merangkap akademi kopi di Talabumi Coffee Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Di Kafe Ini, Tamu Bisa Menyeruput sembari Belajar tentang Kopi dari A sampai Z

Kafe di Bantul ini memiliki kelas untuk belajar segala hal tentang kopi dari A sampai Z, dari manajerial sampai rantai pasok.