Pada 18 November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai wadah untuk menyampaikan gagasan-gagasan pembaruan Islam. Organisasi ini bertujuan mengembalikan ajaran agama sesuai dengan Alquran dan hadis, meskipun awalnya menghadapi banyak penolakan dan ancaman dari masyarakat yang masih memegang teguh takhayul, bidah, dan khurafat.
Untuk mendapatkan pengakuan resmi, pada 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan surat permohonan kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar Muhammadiyah diakui sebagai organisasi berbadan hukum. Permohonan ini disetujui pada 22 Agustus 1914, namun izin tersebut hanya berlaku di Yogyakarta.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda khawatir dengan aktivitas Muhammadiyah dan membatasi kegiatannya. Menyikapi hal ini, Ahmad Dahlan menganjurkan pengurus di luar Yogyakarta untuk menggunakan nama lain, seperti Nurul Islam di Pekalongan, Almunir di Makassar, Alhidayah di Garut, dan Sidiq, Amanah, Tabligh, Fathonah di Solo.
Masjid Gedhe Kauman, yang terletak di tengah-tengah kampung, menjadi saksi bisu perjalanan Muhammadiyah. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat kegiatan dakwah dan pendidikan. Banyak tokoh penting Muhammadiyah yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan masjid ini, seperti Ki Bagus Hadikusumo, KH. Fachruddin, dan KH. Ahmad Badawi.
Kisah perjuangan KH Ahmad Dahlan tergambar pada Langgar Kidoel Hadji Ahmad Dahlan. Posisi bangunan ini pun dekat dengan masjid. Langgar ini didirikan sekitar 1800-an setelah KH Ahmad Dahlan menikah. Sempat dirobohkan karena belum bisa menerima ajaran KH A Dahlan, namun dibangun kembali berkat dukungan saudara-saudaranya yang menghendaki beliau tetap tinggal di Kauman dan terus mensyiarkan agama Islam.
Khasnya permukiman penduduk Kauman dilihat dari gang dan jalan yang sempit. Lebar jalan hanya sekitar 2 meter membuat kendaraan roda 4 tidak dapat melaluinya, sementara kendaraan roda 2 pun harus dituntun.
Bahkan ada peraturan bagi pemakai jalan, dilarang mengendarai kendaraan dan perjalanan harus dilakukan dengan jalan kaki atau menuntun sepeda motornya. Hal ini untuk menjaga dan menghormati sesama pemakai jalan juga menjaga ketenangan dalam proses belajar mengajar para murid santri di pesantren Kauman.
SUKMA KANTHI NURANI | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan Editor: KH Ahmad Dahlan Tegaskan Sejak Awal Muhammadiyah Bukan Organisasi Politik