TEMPO.CO, Jakarta – Bara konflik di Papua terus membara selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mencatat jumlah kasus kekerasan di Papua pada 2015 sebanyak 11 kasus. Angkanya naik menjadi 65 kasus pada 2020 dan 83 peristiwa kekerasan pada 2021.
Dalam wawancara di edisi khusus “Nawadosa Jokowi”, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pendekatan kesejahteraan bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan persoalan di Papua. “Pendekatan itu tak linier dengan kondisi di sana,” ujarnya di kompleks Istana Negara, Rabu, 24 Juli 2024.
***
Mengapa konflik di Papua terus terjadi meski Jokowi paling sering berkunjung ke sana?
Peran kesejahteraan berjalan dengan pembangunan yang masif. Tapi ternyata pembangunan pendekatan kesejahteraan tidak linier dengan kondisi keamanan yang diharapkan. Maka ada pendekatan yang lain, yaitu keamanan.
Jokowi berjanji memprioritaskan pendekatan kesejahteraan alih-alih keamanan?
Setelah dilakukan pendekatan ekonomi yang masif, ternyata itu bukan satu-satunya solusi. Maka masih dilakukanlah pendekatan keamanan. Ketika menjadi Panglima TNI, saya minta prajurit yang ke Papua untuk menggendong senapan di punggung dan memegang cangkul di depan. Maksudnya, mendekati masyarakat pertama dengan pertanian.
Sampai kapan pendekatan keamanan itu diterapkan di Papua?
Ada terlalu banyak kelompok di sana. Ada kelompok yang memang mempertahankan identitas dan hegemoni. Tidak mau senjatanya dilepas karena kekuasaannya tereliminasi. Kondisi riilnya seperti itu, tidak selesai dengan penegakan kesejahteraan. Maka memang tetap masih diperlukan pendekatan keamanan.
Mungkinkah pendekatan keamanan sepenuhnya dicabut?
Saya pernah berandai-andai, mungkin tidak kalau prajurit semua kami tarik saja. Sepertinya ideologi, ide perjuangan itu tidak berakhir. Karena dia memperjuangkan ideologi. Jadi sepertinya idenya semakin berkembang.
Gus Dur dianggap sukses membuka dialog dan membuka ruang terhadap ekspresi kebudayaan di Papua.
Ekspresi kebudayaan saya kira tidak ada masalah. Tapi ekspresi kekerasan, ini yang jadi masalah. Dia akan mengeluarkan ekspresi kekerasan. Pengaruhnya akan semakin luas. Kasihan masyarakat. Kami ini akan masyarakat sipil.
Pilihan Editor: 7 Poin Pidato Megawati di Mukernas Perindo