TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Universtias Al-Azhar, Ujang Komarudin, mengatakan usulan Menteri Investasi sekaligus politikus Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, agar Pemilu kembali dilakukan secara proporsional tertutup, tidak relevan lagi untuk dibahas saat ini.
Ujang mengatakan sistem proporsional terbuka, di mana pemilih langsung memilih kandidat dari partai politik, saat ini sudah mapan sebagai sistem Pemilu di Indonesia. “Kalau menurut saya (usualn Bahlil) tidak usah ditanggapi ya, karena ini sudah usang, sudah out of date,” kata Ujang melalui pesan suara pada Senin, 29 Juli 2029.
Adapun pemilu proporsional tertutup adalah sistem di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik dan tidak dapat memilih kandidat. Dalam sistem tersebut, kandidat ditentukan oleh partai politik.
Secara khusus, Ujang mengatakan wacana tersebut sudah basi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2023 memutuskan Pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. “Jadi kalau Bahlil mengatakan seperti itu, ini isu yang usang, isu yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi karena MK sudah memutuskan proporsional terbuka,” ujar Ujang.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan sebaiknya pemilihan umum atau Pemilu legislatif ataupun eksekutif digelar secara proporsional tertutup. Dia menyebut demokrasi yang terbuka seperti saat ini justru membuat orang tak punya kapasitas kepemimpinan bisa terpilih karena hanya memiliki logistik.
“Kembali pemilihan tertutup saja, dipilih DPR saja. Ditusuk partainya. Itu lebih murah,” kata Bahlil dalam kuliah umum di Universitas Paramadina, Sabtu, 27 Juli 2024. Senyampang itu, Bahlil mengatakan dalam pemilihan bupati, wali kota, dan gubernur juga dipilih DPR.
Diketahui, MK telah menolak gugatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka. Sehingga, pelaksanaan Pemilu 2024 tetap dilakukan secara terbuka. Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan MK bernomor 114/PUU-XIX/2022 yang dibacakan pada Kamis 15 Juni 2023.
Adapun Gugatan uji materi sistem Pemilu diajukan ke Mahkamah Konstitusi sejak November 2022. Penggugatnya adalah kader PDIP Demas Brian Wicaksono, kader Partai NasDem Yuwono Pintadi, kemudian Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
Menurut para pemohon, sistem proporsional terbuka membawa lebih banyak keburukan. Pasalnya, metode itu membuat caleg dari satu partai akan saling sikut untuk mendapatkan suara terbanyak.
Pilihan editor: Forum Dosen Desak Kementerian Pendidikan Usut Dugaan Plagiarisme Guru Besar di Universitas Pattimura