TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia atau MPBI menolak organisasi masyarakat atau ormas keagamaan terlibat dalam pengelolaan tambang. Ketua Umum MPBI Avianto Amri mengatakan pengelolaan tambang semestinya dikelola oleh institusi yang memiliki pengalaman panjang dan kompetensi tinggi.
"Mengelola pertambangan adalah tugas yang memerlukan keahlian khusus, yang tidak dimiliki oleh kebanyakan ormas," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 27 Juli 2024.
Dia menyebut, ormas keagamaan tidak memiliki rekam jejak ihwal mengelola usaha pertambangan. Sebaliknya, kata Avianto, mayoritas ormas keagamaan justru memiliki rekam jejak yang kuat dalam penanggulangan bencana.
Hal itu dibuktikan dengan berbagai program ormas keagamaan yang mendampingi warga untuk mencegah dan siap siaga dalam menghadapi bencana.
Selain itu, ujarnya, ormas keagamaan kerap mendampingi masyarakat untuk mengantisipasi perubahan iklim, dan melakukan tanggap darurat serta pemulihan.
Karena itu, adanya konsesi izin usaha pertambangan dari pemerintah kepada ormas keagamaan membuat MPBI khawatir dan prihatin. Berdasarkan studi, pertambangan memiliki potensi besar merusak lingkungan.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK mencatat, laju deforestasi hutan di 2018-2019 mencapai 0,47 juta hektare. Sementara laju reforestasi di periode yang sama hanya 3,1 ribu hektare. Adanya ketimpangan itu menunjukkan eksploitasi alam berdampak negatif terhadap lingkungan.
"Terutama jika dikelola oleh pihak yang tidak memiliki pengalaman dan kompetensi," ucapnya.
MPBI mengajak seluruh lembaga kemanusiaan dan kelompok masyarakat untuk terlibat dalam upaya pencegahan sekaligus edukasi di lingkungan sekitar pertambangan. "(MPBI) mendorong dilakukan judicial review terkait PP Nomor 25 Tahun 2024 untuk mengkaji lebih lanjut urgensi dan dampak (tambang)," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo alias Jokowi telah mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kebijakan bagi-bagi konsesi izin tambang ini menuai beragam reaksi dari sejumlah ormas. Ada yang menerima, ada pula yang menolak. Di antaranya Nahdlatul Ulama atau NU yang sudah menyatakan menerima konsesi izin tambang itu.
Terbaru, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rapat pleno pertengahan Juli lalu sudah memutuskan bakal menerima izin usaha pertambangan tersebut.
Sementara sejumlah ormas menolak. Mereka di antaranya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah (NWDI), Konferensi Waligereja Indonesia, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, dan Jaringan Gusdurian.
Pilihan editor: Mahfud Md Bilang Tak Ada Tawaran Masuk Kabinet Prabowo