TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Jakarta dan Indonesia yang Berkeadilan (Kopaja) sekaligus pengamat pendidikan Ubaid Matraji, menanggapi usulan skema pinjaman online atau pinjol untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hal tersebut baginya tidak relevan, menurut dia, Amerika serikat sebagai negara adidaya saja gagal dalam menerapkan kebijakan tersebut.
"Negara yang kapitalis aja, Amerika Serikat, gagal, Loh kok sekarang Indonesia mau meniru?", ucap Ubaid kepada Tempo, Ahad, 7 Juli 2024.
Dirinya juga mengatakan, belum lama ini, Presiden Amerika, Joe Biden, menghapus triliunan utang mahasiswa yang gagal bayar dalam skema pinjaman tersebut. "Joe Biden saja menghapus utang mahasiswa, karena ada triliunan mahasiswa yang terlilit utang, mereka gagal bayar. Akhirnya kan pemerintah menghapus kebijakan tersebut", ucapnya.
Institut Teknologi Bandung atau ITB memberikan pilihan membayar UKT dengan cara diangsur menggunakan pinjaman daring (online) alias pinjol Danacita. Dalam cuitan akun X (Twitter), dijelaskan bahwa mahasiswa dapat meminjam uang dengan jangka waktu pelunasan 6 bulan atau 12 bulan.
Dalam unggahan tersebut, nampak foto yang menunjukkan pengajuan dana senilai Rp 12,5 juta dengan tenor 12 bulan, mahasiswa harus membayar Rp 1.291.667 per bulan. Peminjam menanggung biaya bulanan platform sebesar 1,75 persen dan biaya persetujuan mencapai 3 persen.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, menyatakan tidak mempermasalahkan skema pinjaman online untuk keperluan mahasiswa dalam pembayaran kuliah. Hematnya, cara tersebut dapat melatih mahasiswa agar memiliki rasa fighting spirit dan tanggung jawab.
Dia ketika kekurangan dana, dia harus berusaha, tidak hanya minta tolong termasuk orang tuanya, apalagi kalau dia mengambil jurusan-jurusan yang prospektif, kenapa tidak?", ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator PMK pada Rabu, 3 Juli 2024.
AISYAH AMIRA
Pilihan Editor: Pemerintah Dukung Mahasiswa Bayar UKT Pakai Pinjol Menuai Sejumlah Kritikan