Pemerintah seperti lepas tangan
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) Edi Subkhan sebelumnya juga tak sepakat dengan pernyataan Muhadjir. Dukungan itu, kata Edi, seolah menunjukkan bahwa permasalahan UKT hanyalah tanggung jawab individu atau orang tua, bukan urusan negara.
“Kalau menyerahkan ke pinjol, artinya pemerintah lepas tangan,” kata Edi, Sabtu, 6 Juni 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Edi menilai, pemerintah tak seharusnya menanggapi persoalan pendidikan tinggi dengan ideologi pasar bebas. Ideologi itu melihat pendidikan sebagai masalah individu semata (private goods), bukan barang publik (public goods).
Ia menuturkan, mahasiswa yang menggunakan pinjol seperti memiliki beban ganda. Ketika tagihan pinjol harus dibayar sebelum lulus kuliah, ia akan berusaha mencari uang dengan bekerja sambil belajar.
Risiko terburuknya, kata Edi, mahasiswa itu tidak bisa fokus dengan kuliahnya dan berujung pada drop out. “Kalau ditagih setelah lulus, ia terbebani ketiadaan kepastian memperoleh kerja serta beban kebutuhan pribadi. Misalnya menikah, biaya hidup sehari-hari, pendidikan anak, asuransi kesehatan, dan lain-lain,” ujarnya.
Edi mengatakan, pemerintah dapat memberikan tambahan subsidi untuk menurunkan biaya UKT maupun iuran pengembangan institusi atau IPI. Lalu, memperbanyak beasiswa. Sehingga, persoalan ini tidak lagi menjadi masalah individu.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir mendukung opsi pembayaran UKT mennggunakan pinjol. Ia menyebut cara itu bagus bagi mahasiswa agar memiliki fighting spirit, bertanggung jawab, dan berani ambil risiko.
“Bahwa dia ketika kekurangan dana, dia harus berusaha, tidak hanya minta tolong termasuk orang tuanya, apalagi kalau dia mengambil jurusan-jurusan yang prospektif, kenapa tidak? Kalau itu nanti pembayarannya bisa ditunda setelah dia nanti berpenghasilan ya kan. Jadi maksudnya, kita harus lakukan kerja-kerja kreatif,” kata Muhadjir di Gedung Kementerian Koordinator PMK pada Rabu, 3 Juli 2024.
Ketika mahasiswa itu kekurangan dana misalnya, lanjut Mudhajir, dia tidak hanya minta tolong ke orang tuanya. Namun, ia menegaskan pinjol yang digunakan harus resmi agar tidak terjadi penipuan.
“Dengan catatan, lembaga pinjolnya harus resmi, transparan, dan dengan pengawasan instansi atau institusi negara yang resmi untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi fraud," ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator PMK pada Rabu, 3 Juli 2024.
Menurut Muhadjir, sistem pinjol kerap disalahartikan sebagai sistem yang negatif. Persepsi itu muncul karena banyaknya penipuan atau pihak yang memanfaatkan pinjol demi keuntungan pribadi. Padahal, ada juga kampus yang sudah menerapkan mekanisme tersebut dan terbukti efektif.
AISYAH AMIRA WAKANG | DESTY LUTHFIANI
Pilihan Editor: Pemerintah Dukung Mahasiswa Bayar UKT Pakai Pinjol, Pengamat: Berpotensi Timbulkan Penyimpangan