TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat menggelar deklarasi melawan politik uang dan dinasti politik menjelang perhelatan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Jumat, 28 Juni 2024.
Koordinator Deklarasi Samaratul Fuad menyatakan perlawanan terhadap segala bentuk penyimpangan, penyalahgunaan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merusak sistem hukum dan demokrasi merupakan tradisi intelektual Sumatera Barat.
Perlawanan ini mengingatkan bahwa Republik ini didirikan dengan darah dan keringat, sehingga setiap rezim yang berkuasa harus mempertahankan, bukan merusaknya. "Praktik perusakan hukum dan demokrasi setidaknya terlihat pada rezim yang berkuasa hari ini," katanya.
Dia melanjutkan, presiden sebagai kepala pemerintahan malah mengutamakan kepentingan keluarga dan golongan di atas kepentingan negara. Hanya di rezim ini anak presiden dapat mulus menjadi wakil presiden.
Selain itu, kata dia, anak presiden yang baru tiga hari menjadi kader partai bisa menjabat sebagai ketua umum, menantu presiden menjadi calon gubernur, serta besan dan ipar presiden menduduki jabatan-jabatan strategis di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara.
"Semua praktik culas dan manipulatif Presiden dan kroninya dirangkai menggunakan tangan lembaga demokrasi dan peradilan. Seolah-olah demokratis, padahal manipulatif dalam semua tindakannya. Tidak salah kiranya jika disebut telah terjadi manipulasi nawacita menjadi nawa dosa," ujarnya dalam deklarasi tersebut.
Ia mengatakan, tidak hanya institusi demokrasi yang diacak-acak, lembaga penegak hukum, alat pertahanan negara, dan lembaga kekuasaan kehakiman pun menjadi sasaran.
Selain itu, kata Samaratul Fuad, Komisi Pemberantasan Korupsi diamputasi, Kepolisian dikooptasi, TNI dipolitisasi, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung melegitimasi politik dinasti.
"Penyelenggara pemilu pun seperti telah tersandera kepentingan politik, dan terkesan sangat tidak profesional. Akibatnya tak hanya energi demokrasi masyarakat akan terkuras dan mubazir. Tetapi, negara mesti menanggung beban biaya tambahan hampir Rp 300 miliar," ucapnya.
Samaratul mengatakan, koalisi menolak setiap praktik culas dalam demokrasi. Pihaknya akan melawan setiap pihak yang menunggangi pelembagaan demokrasi untuk kepentingan dinasti politik.
"Kami menolak pembodohan demokrasi dengan melawan praktik koruptif politik uang, khususnya untuk penyelenggaraan pilkada di Sumatera Barat pada tahun 2024 ini," ucapnya.
Menurutnya, lancangnya rezim mengutak-atik demokrasi dan hukum tentu akan menjadi preseden dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung tidak lama lagi.
"Jangan sampai politik kotor yang seolah-olah bersih karena dicuci oleh alat legitimasi itu terjadi di daerah, termasuk di Sumatera Barat. Kami hadir untuk memastikan perhelatan demokrasi Pilkada 2024 tidak hanya menjadi panggung elit politik untuk memburu kekuasaan. Kami akan hadir untuk memastikan pemilihan kepala daerah 2024 dilaksanakan dengan akal, kecerdasan, integritas, dan kejujuran," kata Samaratul.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat sipil di Indonesia, mahasiswa, buruh, tani, perempuan, masyarakat adat, media, dan semua insan sipil yang menginginkan demokrasi dan negara hukum menjadi dasar dalam menjalankan negara, untuk tidak diam. "Saatnya kita bergerak bersama," kata Samaratul.
Pilihan Editor: BNPT Antisipasi Ancaman Terorisme Jelang Pelantikan Presiden dan Pilkada 2024