TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, Senin, 10 Juni 2024, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto dijadwalkan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan Hasto akan diperiksa terkait kasus suap Harun Masiku dan keberadaan tersangka KPK yang masih buron itu.
“Yang bersangkutan (Hasto) dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024,” kata Ali Fikri pada Kamis pekan lalu, 6 Juni 2024.
Lantas mengapa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto disangkutpautkan dengan kasus Harun Masiku?
Harun Masiku merupakan politikus PDIP yang menjadi buronan KPK sejak 2020. Dia terseret kasus suap terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Suap dimaksudkan agar KPU meloloskan dirinya menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui skema pengganti antar waktu atau PAW. Hasto disebut mengetahui transaksi suap tersebut.
Pemanggilan KPK terhadap Hasto ini bukanlah kali pertama. Lembaga antirasuah sebelumnya pernah pula memanggil petinggi PDIP itu guna dimintai keterangan terkait perkara ini pada Jumat, 24 Januari 2020 silam. Hasto menerangkan bahwa penyidik KPK akan meminta keterangannya sebagai saksi dalam kasus suap kasus Wahyu Setiawan. Dia datang untuk menjaga muruah KPK.
“Hari ini saya memenuhi tanggung jawab warga negara dalam menjaga muruah KPK, memenuhi undangan untuk hadir sebagai saksi,” tutur Hasto kala itu, setibanya di Gedung KPK.
Berikut fakta-fakta Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto disangkutpautkan dengan kasus Harun Masiku
1. Kronologi kasus
Perkara suap Harun terhadap Wahyu bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas, meninggal pada 26 Maret 2019. Meski telah tiada, adik ipar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu tetap menang dalam Pemilu yang digelar April tersebut. KPU lalu memutuskan Riezky Aprilia, caleg PDIP pemenang kedua, menggantikannya.
Namun, Rapat Pleno PDIP memutuskan agar Nazarudin digantikan oleh Harun. PDIP bahkan sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Fatwa itu dikabulkan sebagian. Mereka juga menyurati KPU agar melantik Harun. Namun KPU berpendirian teguh dengan keputusannya untuk melantik Riezky. Harun lalu menyuap Wahyu, diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.
Skema suap ini dilakukan lewat perantara kader PDIP Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. Saeful lalu melobi anggota Bawaslu Agustiani Tio Fidelina untuk mengabulkan permohonan PDIP agar KPU menetapkan Harun, bukan Riezky. Agustiani kemudian sekongkol dengan Wahyu untuk membantu niat jahat itu. Karena Riezky sudah dilantik pada Oktober, upaya lalu dilakukan dengan skema PAW.
2. Hasto diduga mendapatkan laporan soal rencana suap kepada Wahyu
Wahyu menyanggupi dan meminta duit operasional Rp 900 juta. Saeful diduga melapor kepada Hasto Kristiyanto pada 16 Desember soal rencana pemberian uang kepada Wahyu tersebut. Keesokan harinya, Saeful menyerahkan uang muka Rp 200 juta kepada Agustina untuk disetorkan kepada Wahyu. Wahyu kemudian menerima Rp 150 juta yang diantarkan Agustiani di pusat belanja Pejaten Village, Jakarta Selatan.
Pada 23 Desember, Harun menyerahkan duit Rp 850 juta kepada Riri, anggota staf di kantor PDIP, di sebuah rumah di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A, Jakarta, yang merupakan kantor Hasto Kristiyanto. Duit itu lalu diteruskan kepada Saeful. Pada 26 Desember, Saeful menyerahkan kepada Agustina sebesar Rp 450 juta. Saat akan diserahkan kepada Wahyu pada 27 Desember, Wahyu meminta Agustiani supaya menyimpan dulu uang tersebut.
Kemudian pada 6 Januari 2020, rapat pleno KPU kembali menolak permintaan PDIP yang ingin mengganti Riezky dengan Harun. Upaya lobi pakai duit rupanya belum memperlihatkan hasil. Wahyu menghubungi Donny dan berjanji mengusahakan kembali proses pergantian antar waktu untuk Harun. Janji itu tak terpenuhi karena pada 8 Januari, KPK berhasil meringkus Wahyu dan Agustina dalam OTT KPK.
Termasuk Wahyu dan Agustina, total ada delapan orang yang menjadi target penangkapan dalam operasi ini. Empat orang lalu ditetapkan sebagai tersangka, yakni Harun, Wahyu, Agustiani, dan Saeful Bahri. Tiga di antaranya berhasil ditangkap, sedangkan Harun menghilang. Saat penangkapan, Harun disebut tengah di luar negeri. Namun, investigasi Majalah Tempo edisi Sabtu, 18 Januari 2020 melaporkan, dia sudah ada di Indonesia saat OTT KPK.
Selanjutnya: Ada Hasto di PTIK ketika itu?