Dia menyebutkan, secara konkret, pengawas pemilu akan mengajak pengurus dan anggota NU serta Muhammadiyah untuk aktif dalam pencegahan pelanggaran dalam tahapan pemilihan bupati dan wakil bupati Bantul pada Pilkada Serentak 2024.
Menurut Didik, kerja sama dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut penting dilakukan karena potensi kerawanan dalam pemilihan, di antaranya politik uang, politisasi SARA, ujaran kebencian, dan hoaks atau berita bohong.
"Melalui kerja sama dengan NU dan Muhammadiyah diharapkan dapat mereduksi praktik politik uang dalam perhelatan pilkada ke depan," ujar dia.
Selain itu, kata dia, harapannya sayap organisasi yang ada di NU dan Muhammadiyah baik itu kelompok perempuan maupun kelompok mudanya dapat ikut aktif dalam pencegahan praktik politik uang serta politisasi SARA yang dimungkinkan terjadi.
Adapun Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bantul, Riyanto, mengatakan pihaknya akan memberikan dukungan terhadap kerja sama pengawasan partisipatif dalam Pilkada Serentak 2024 yang dilakukan Bawaslu.
Pihaknya juga mendorong adanya materi khotbah yang memuat bahaya politik uang dan ujaran kebencian dari perspektif agama. Dia menilai hal ini akan efektif mengingat materi khotbah akan dapat didistribusikan sampai pelosok dusun di Bantul.
Sedangkan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bantul, Arba Riksawan Qomaru, mengatakan pihaknya berharap peran nyata Bawaslu dalam kerja pengawasan pemilihan bupati dan wakil bupati Bantul mendatang.
Dia mengatakan, sebagai lembaga dakwah amar ma’ruf nahi munkar, Muhammadiyah terus menolak praktik politik uang dan akan menjadi bagian dari jihad di masyarakat. Karena itu, pihaknya mendukung gerakan melawan politik uang yang gencar dilakukan Bawaslu Bantul.
Pilihan editor: Dedi Mulyadi Sambangi Partai Demokrat Jawa Barat, Apa yang Dibahas?