TEMPO.CO, Sorong - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menanggapi masalah masyarakat adat yang menjadi sorotan tagar All Eyes on Papua. Dalam proses pembangunan ke depan, kata Ma’ruf, pemerintah daerah atau pemda harus komunikasi dengan kepala-kepala adat dan masyarakat.
“Sehingga tidak terjadi semacam konflik atau kesalahpahaman seperti yang terjadi selama ini,” ucap Ma’ruf dalam keterangan usai melawat ke Kelurahan Malawei, Distrik Sorong Manoi, Kota Sorong, Papua Barat Daya, pada Kamis, 6 Juni 2024.
Kepala badan pengarah percepatan pembangunan otonomi khusus papua (BP3OKP) ini mengatakan pendekatan kepada kepala suku diperlukan untuk menghindari kebijakan yang berdampak negatif terhadap penghidupan masyarakat adat Papua.
Belakangan media sosial diramaikan dengan unggahan poster dan tagar ‘All Eyes on Papua’. Tagar itu digunakan sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya yang tengah berjuang untuk menolak pembangunan perkebunan sawit di Papua.
Masyarakat adat Awyu dan Moi mengajukan gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka. Gugatan keduanya kini sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Kepada wartawan di Sorong, Ma’ruf tidak mau banyak berkomentar mengenai tahap kasasi di MA. Namun, Eks Ketua Majelis Ulama Indonesia ini menekankan kasus yang diramaikan oleh All Eyes on Papua tidak boleh terjadi lagi.
“Mungkin dulu kurang ada komunikasi, kita ke depan harus terkomunikasi dengan baik,” ucap Ma’ruf.
Suku Awyu menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL). PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro–bagian dari Suku Awyu.
Sementara sub Suku Moi Sigin melawan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) yang akan membabat 18.160 hektare hutan adat Moi Sigin untuk perkebunan sawit.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Asep Komaruddin, mengatakan hutan adat tersebut harus dikembalikan ke pemilik aslinya, yakni Suku Awyu dan Suku Moi. “Harusnya hutan adat tersebut dikembalikan kepada masyarakat adat selaku pemilik hutan adat tersebut,” ujar Asep ketika dihubungi, Selasa, 4 Juni 2024.
Pilihan Editor: Seruan All Eyes on Papua Viral di Media Sosial, Apa Artinya?