TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka meminta agar pemerintah membatalkan kebijakan pemotongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Hal itu ia sampaikan saat menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, pada Selasa, 4 Juni 2024.
Reike menyatakan kontra dengan kebijakan pengenaan iuran untuk Tapera tersebut. Ia menyinggung berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan atau BPK pada 2021, ditemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan dana Tapera oleh Badan Pengelola Tapera.
"Saya menyatakan mendukung untuk pembatalan dan penundaan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera," kata Rieke dikutip dari situs resmi DPR, Rabu, 5 Juni 2024.
Adapun BPK pada 2020 dan 2021 memeriksa pengelolaan dana Tapera dan biaya operasional oleh Badan Pengelola Tapera di tahun tersebut. Pemeriksaan itu dilakukan di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
Secara keseluruhan, laporan bernomor 202/LHP/XVI/l2/2021 tertanggal 31 Desember 2021 itu membeberkan lima hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Salah satu dari hasil pemeriksaan itu adalah temuan sebanyak 124.960 orang pensiunan peserta Tapera belum menerima pengembalian dana Tapera sebesar Rp 567.457.735.810 atau sekitar Rp 567,5 miliar. Selain itu, BPK menemukan sebanyak 40.266 orang peserta pensiun ganda dengan dana Tapera sebesar Rp 130,3 miliar.
Rieke mengatakan, bahwa temuan BPK itu menjadi bukti buruknya kinerja BP Tapera dalam mengelola dana Tapera. Karena itu, ia meminta BPK mengaudit secara menyeluruh terhadap dana Tapera dan biaya operasionalnya dari 2020 hingga 2023 di seluruh provinsi Tanah Air.
Tak hanya itu, anggota dari Fraksi PDIP ini meminta BPK mengaudit dana Bapertarum-PNS yang pada akhir 2020 dialihkan pengelolaannya ke Badan Pengelola Tapera. Adapun dana Bapertarum-PNS itu senilai Rp 11,8 triliun milik 5 juta peserta.
"Kami mendesak pemerintah untuk membayarkan dana Bapertarum-PNS atau Tapera kepada peserta yang telah pensiun atau ahli waris peserta yang telah meninggal," kata Rieke.
Rieke juga mendukung upaya Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk mengusut investasi fiktif sekitar Rp 1 triliun yang diduga dilakukan oleh PT Tapera.
Pemerintah tak bakal tunda Tapera
Pemerintah telah memastikan bahwa kebijakan pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tapera tetap berlanjut. Hal ini disampaikan oleh Kantor Staf Presiden atau KSP, Moeldoko.
Pada Jumat, 31 Mei 2024 di kompleks Istana Jakarta, Moeldoko mengatakan, polemik yang muncul di masyarakat mengenai Tapera karena pemerintah kurang mensosialisasikannya. “Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan. Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024. Tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan,” kata Moeldoko.
KSP mengatakan, Tapera ini tidak akan dimasukan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi untuk mengakomodasi program-program presiden terpilih Prabowo Subianto, seperti makan siang gratis.
Moeldoko mengatakan, iuran Tapera untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan berjalan setelah ada peraturan menteri dari Kementerian Keuangan. Namun untuk pekerja swasta setelah ada peraturan dari Menteri Tenaga Kerja.
Jokowi memberlakukan iuran wajib Tapera bagi pegawai swasta melalui penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 pada 20 Mei 2024. Isi PP Tapera yang diteken Jokowi membuat gaji pekerja baik PNS maupun swasta, bakal dipotong 3 persen untuk simpanan Tapera mulai Mei 2027.
Pilihan Editor: Moeldoko Ungkap Alasan Tapera Tetap Dilanjutkan Meski Diprotes Pekerja dan Pengusaha