TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis dan pegiat hak asasi manusia atau HAM berkumpul di Sekretariat Front Penyelamat Reformasi Indonesia di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka menggelar pameran ratusan makam dan karya fotografi sejarah peristiwa 1998, untuk memperingati 26 tahun reformasi.
Mantan aktivis 98, Ubeidillah Badrun, bercerita ihwal pengalamannya 26 tahun silam. Saat itu, ia dan sejumlah mahasiswa lainnya turun ke jalan melawan pemerintahan Orde Baru, Soeharto. Pengajar di Universitas Negeri Jakarta itu mengatakan, situasi hari ini tidak jauh berbeda dengan situasi 26 tahun silam.
Berdasarkan laporan Economic Intelligence Unit (EIU) psda 2022, indeks demokrasi Indonesia berada pada skor 6.2 atau stagnan sejak 2020. Pun, dengan skor indeks persepsi korupsi yang hanya mencatatkan skor 34 sejak 2022. Artinya, stagnasi tersebut menandakan lambatnya upaya pemberantasan korupsi dan perbaikan demokrasi yang dilakukan oleh penguasa.
Menurut Ubeidillah, stagnasi tersebut membuat masyarakat akan semakin sulit memerangi praktik lancung korupsi, kolusi dan nepotisme atau KKN yang kental terasa di era Orde Baru. Belum lagi ihwal tingkat kemiskinan yang disebutnya meningkat dan praktik komersialisasi pendidikan yang merajalela. Hal ini jelas menandakn bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. "Jika ini raport, nilai kita tentu merah semua," ujar Ubeidillah di Jakarta, Selasa, 31 Mei 2024.
Saat ini, kata Ubeidillah, situasi demokrasi Indonesia semakin memburuk, bahkan berada dalam posisi yang disebut sebagai demokrasi yang cacat atau A Flawed Democracy karena kekuasaan dengan seluruh instrumennya mengabaikan etika maupun memanipulasi undang-undang. "Kami juga melihat korupsi yang merajalela," katanya.
Aktivis 98 lainnya, Fauzan Luthsa, mengatakan peringatan 26 tahun reformasi digelar bukan hanya sebagai seremonial saja, tetapi mengingatkan bahwa para aktivisi dan korban pelanggaran HAM masih ada dan terus melawan. Apalagi kondisi demokrasi saat ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Peringatan 26 tahun reformasi ini akan dihelat selama dua hari, mulai dari 22-23 Mei 2024. "Ini harus terus dirawat agar pemerintah tidak mencoba memutar balikan sejarah," ucap Fauzan.
Selain akan menyajikan pameran ratusan makam dan foto sejarah. Kegiatan peringatan 26 tahun reformasi ini juga akan diisi dengan diskusi yang melibatkan para tokoh mulai dari akademisi, pehiat dan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Pilihan editor: 3 Kejadian Sebelum Soeharto Lengser: Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, dan Kerusuhan Mei 1998