TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 26 tahun silam, tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto lengser dari jabatannya dan jadi penanda dimulainya era Reformasi. Soeharto melepas jabatan yang didudukinya selama 32 tahun itu setelah gelombang tuntutan reformasi meluas dari berbagai elemen masyarakat.
Awalnya Soeharto sempat menolak mundur dan berjanji membentuk Komite Reformasi untuk menyongsong sistem pemerintahan baru yang dianut setelah Pemilu 2002. Sang Jenderal Tersenyum, julukan Soeharto, tampaknya masih ingin menjabat hingga dua tahun lagi, menggenapkan lima tahunan masa jabatan presiden.
Tapi, menjelang kemundurannya itu, Soeharto tak mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekatnya. Presiden Kedua RI itu bagai sendirian di ujung kekuasaannya. Pihak militer, yang selama ini menjadi pendekeng Sang Jenderal, menyatakan berpihak pada konstitusi. Para menteri Soeharto pun ramai-ramai undur diri.
Apalagi rakyat sudah membayar mahal demi lahirnya reformasi. Berbagai peristiwa tragis terjadi demi menjemput formasi ulang pemerintahan yang lebih demokrasi itu. Tewasnya Moses Gatutkaca dalam Peristiwa Gejayan, lalu empat mahasiswa meninggal dalam Tragedi Trisakti, dan ribuan korban jiwa akibat Kerusuhan Mei 1998.
Kamis pagi, 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB di Istana Merdeka, Presiden Soeharto akhirnya resmi mengundurkan diri. Runtuhnya Orde Baru itu ditandai dengan berakhirnya pidato pamungkas yang dibacakan Soeharto. Berikut isi lengkap pidato pengunduran diri Presiden Kedua RI Soeharto:
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.
Namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan Komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pimpinan Fraksi-Fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan Pernyataan ini, pada hari ini, Kamis, 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan Saudara-saudara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat, pagi ini pada kesempatan silaturahmi.
Sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Dasar ’45 maka Wakil Presiden Republik Indonesia yang Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998–2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin Negara dan Bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan Undang Dasar ’45-nya.
Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terima kasih.
Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia.”
Jakarta, 21 Mei 1998.
Presiden Republik Indonesia
Soeharto
Pilihan Editor: Reformasi 1988: Salim Said Sebut Amerika Serikat Sudah Tau Sehari Sebelum Soeharto Lengser