TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa bulan terakhir media sosial ramai membahas mengenai aksi protes mahasiswa terkait adanya kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri terutama yang berstatus berbadan hukum atau PTNBH yang menjadi perbincangan hangat. Hal tersebut pun menuai respon dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Adapun beberapa kampus yang tergolong PTNBH menerapkan kenaikan UKT di antaranya adalah Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed), dan yang kemudian mendapat reaksi hingga rektor melaporkan mahasiswa ke polisi terjadi di Universitas Riau (Unri).
Dilansir dari laman resmi dpr.go.id, berbagai upaya telah dilakukan oleh mahasiswa di sejumlah kampus tersebut untuk melunasi biaya UKT yang harus mereka bayar, misalnya dengan mencari beasiswa, menggadaikan barang-barang berharga, hingga menggunakan opsi yang berisiko yakni dengan berutang.
Masalah ini sempat ramai dan viral di media sosial dikarenakan salah satu institusi perguruan tinggi, yaitu ITB, memfasilitasi penawaran penggunaan pinjaman online secara resmi menggunakan situs kampus. Pinjaman online ini dianggap merugikan bagi sebagian mahasiswa dikarenakan Tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi, hingga 20 persen.
Melihat permasalahan tersebut, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian pun turut bersuara. Dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024, ia mengaku prihatin terhadap kondisi yang menimpa mahasiswa di beberapa kampus tersebut. Ia menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.
Hetifah menyadari kenaikan UKT yang tinggi ini dimungkinkan karena adanya status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), di mana pihak Universitas memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar, termasuk kemandirian otonomi di bidang akademik maupun non akademik.
“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan," kata politisi Fraksi Golkar ini, sebagaimana dikutip dari laman resmi DPR RI.
Meskipun demikian, menurut Hetifah, seharusnya PTN dapat memanfaatkan status PTNBH sebijak mungkin untuk meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa.
Ia menyayangkan apa yang telah terjadi, PTNBH memang diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, tegasnya, bukan berarti pihak Universitas bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa yang sifatnya justru memberatkan.
Oleh karenanya, Hetifah mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTNBH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan. Tujuannya adalah agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT, sehingga kebijakan yang diterapkan oleh pihak kampus tidak memberatkan mahasiswa.
NI MADE SUKMASARI | MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Mahasiswa UGM, Unsoed, Unri, USU, dan UIN Jakarta Kritisi Soal Kenaikan UKT