TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan, terjadinya penurunan jumlah siswa angkatan pertama kurikulum merdeka yang diterima jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi atau SNBP 2024.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, mengatakan, berdasarkan hasil data angket yang dijaring P2G secara online terhadap SMA yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak 2021, ada 38 sekolah mengalami penurunan drastis dalam penerimaan PTN jalur SNBP.
Sebagai informasi, jumlah SMA Sekolah Penggerak Angkatan I yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka sejak tahun 2021 adalah sebanyak 381 SMA secara nasional.
"Jadi angket tersebut diisi oleh sampel 10 persen dari total populasi," kata Iman dalam rilis yang diterima, Kamis 18 April 2024.
Iman mengatakan, SNBP 2024 dirasa tidak berkeadilan bagi pengguna Kurikulum Merdeka untuk Sekolah Penggerak Angkatan I.
Sekolah-sekolah Penggerak merasa mendapat diskriminasi, karena lulusan mereka tidak diperlakukan setara dengan sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum 2013.
Beberapa sekolah yang mengalami penurunan misalnya SMAN 1 Cikampek, Karawang yang lulus SNBP 2023 sekitar 21 siswa dengan rincian, lulus ke UNPAD (5), UI (3), ITB (3), ITS (3), UNAIR (2), UNIBRAW (3), UNDIP (2). Namun terjadi penurunan drastis dalam SNBP 2024, hanya 3 siswa yang lulus masuk PTN dengan rincian lulus ke UNPAD (1) dan ITB (2).
Kemudian, SMAN 1 Wonosari, Gunung Kidul. Pada SNBP 2023 berhasil meluluskan sekitar 46 siswa. Namun terjadi penurunan drastis pada SNBP 2024, hanya 16 siswa yang lulus masuk PTN.
Begitu pula SMAN 21 Jakarta, pada SNBP 2023 berhasil meluluskan sebanyak 50 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 22 siswa yang lulus masuk PTN.
SMAN 1 Pandeglang lulus SNBP 2023 sebanyak 45 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 21 siswa yang lulus masuk PTN.
SMAN 1 Kota Sukabumi lulus SNBP 2023 sebanyak 39 siswa. Namun terjadi penurunan pada SNBP 2024, hanya 18 siswa yang lulus masuk PTN.
"Jadi 38 Sekolah Penggerak mengalami tren penurunan yang sama," kata Iman.
Menurut Iman, hal ini terjadi karena tidak adanya koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi antara kebijakan implementasi Kurikulum Merdeka di SMA Sekolah Penggerak Angkatan I yang dikeluarkan oleh Kemdikbudristek dengan sistem SNBP yang diselenggarakan Balai Pengelolaan Pengujian Pendidikan (BP3) dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Padahal, BP3 dan PTN sama-sama berada di bawah Kemdikbudristek. Akibatnya siswa yang merupakan produk pertama lulusan Kurikulum Merdeka menjadi korban atau dirugikan oleh sistem ini.
Bagi Iman, hal ini jelas bertentangan dengan prinsip yang digembar-gemborkan dalam implementasi Kurikulum Merdeka, yaitu berpihak pada anak. Justru sistem ini merugikan hak-hak anak diterima di PTN melalui jalur SNBP dan termasuk di sekolah kedinasan.
“Sebagai contoh, sekolah kedinasan seperti Akademi Kepolisian (AKPOL), dan Akademi Militer (AKMIL TNI) masih mencantumkan penjurusan IPA dan IPS untuk pendaftarannya. Sedangkan kurikulum Merdeka sudah tidak mengenal penjurusan IPA dan IPS di SMA. Jelas ini merugikan anak,” kata Iman.
Pilihan Editor: 70 Persen Siswa di Sekolah Ini Lolos SNBP 2024