TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, buka suara soal nasib wacana pengguliran hak angket DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Menurut dia, pengajuan hak angket bukan persoalan PDIP saja.
“Persoalan hak angket bukanlah persoalan PDIP, ini muncul dari kesadaran kita bersama,” ujar Hasto ketika ditemui di Gedung MK II, Jakarta, Selasa, 16 April 2024.
Hasto kemudian menyinggung soal ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah setelah Iran melancarkan serangan balasan ke Israel. Dia menyebut dampak dari ketegangan di Timur Tengah dan perang Rusia-Ukraina sangat terasa di Indonesia.
Terlebih, ada beban utang Indonesia yang begitu besar. Kemudian, saat ini Indonesia dihadapkan dengan ketidakpastian hukum akibat pemilu yang tidak kredibel.
“Ketika kita dihadapkan pada masalah ekonomi, masalah politik, lalu pemilu yang seharusnya kredibel menjadi tidak kredibel, maka hak angket menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan,” kata Hasto.
Politisi asal Yogyakarta itu pun mengklaim ada begitu banyak penghadangan hingga intimidasi baik secara politik maupun hukum. Dia mengatakan semua pihak harus memastikan pemilu berjalan adil dan demokratis.
“Apakah kita sebagai bangsa mau meletakkan nasib dan tanggung jawab kita ke depan dengan memastikan setiap proses pemilu berjalan dengan fair, berjalan dengan demokratis, dan pemimpinnya betul-betul berjuang bagi bangsa dan negara bukan berjuang bagi keluarganya,” kata Hasto.
Oleh karena itu, kata Hasto, ketika dunia menghadapi krisis akibat ketegangan geopolitik, di situlah peran pemimpin nasional untuk membangun perdamaian dunia. “Bukan memikirkan keluarganya mau jadi apa,” ujarnya.
Hasto kemudian mengajak bersatu untuk menyelamatkan masa depan negeri ke depan. “Tidak boleh ada kekuatan manapun apalagi satu kaluarga yang mencoba menghilangkan demokrasi yang sudah dirintis para pejuang bangsa,” ujar dia. “Jangan sampai terang demokrasi yang telah dirintis oleh para mahasiswa, perjuangan panjang, termasuk oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, kemudian dihancurkan menjadi kegelapan demokrasi.”
Pilihan Editor: Tim Hukum AMIN Serahkan 35 Bukti Tambahan ke