TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi memantik reaksi dari berbagai pihak, tak terkecuali dari internal PDIP. Sejumlah orang mengatakan perjumpaan kedua tokoh itu tinggal menunggu waktu, tetapi ada pula yang menyebutkan wacana persamuhan itu hanya pernyataan penarik perhatian.
Jokowi, yang secara formal masih merupakan kader PDIP, disebut-sebut pecah kongsi dengan partainya akibat perbedaan pilihan politik di Pilpres 2024. Putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto. Adapun PDIP mengusung mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Sebelumnya Istana Kepresidenan menyampaikan sedang mencari waktu yang tepat untuk Jokowi bersilaturahmi ke Megawati. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan Jokowi sangat terbuka untuk bersilaturahmi dengan siapa pun, apalagi dengan tokoh bangsa.
"Lagi pula ini masih bulan Syawal, bulan yang paling tepat untuk mempererat silaturahmi," kata Ari melalui pesan pendek pada Jumat, 12 April 2024.
Berikut reaksi dari internal PDIP mengenai wacana pertemuan antara Jokowi dan Megawati.
1. Anggota Fraksi PDIP DPR, Deddy Yevri Sitorus: Hanya Gimik Politik Murahan
Politikus PDIP Deddy Yevri Sitorus menyebut rencana Presiden Jokowi bertemu Megawati Soekarnoputri hanyalah gimik politik di tengah suasana Idulfitri.
Menurut Deddy, Jokowi nyaris mustahil memiliki keberanian untuk bersilaturahmi dengan Ketua Umum PDIP itu setelah catatan abuse of power yang dilakukan oleh Jokowi.
“Saya kira itu hanya gimik politik murahan. Sama seperti statement Gibran yang ingin bersilaturahmi dengan Mas Ganjar (Pranowo). Menurut saya, konteksnya hanya gimik,” kata Anggota Fraksi PDIP DPR itu kepada Tempo, Sabtu, 13 April 2024.
Dia mengatakan gimik tersebut lahir dari perilaku narsistik yang berpikir bahwa semesta ini berpusat pada diri mereka. Padahal, kata dia, Idulfitri seharusnya ajang silaturahmi dan bukan momen politik.
“Isu ingin silaturahmi itu justru upaya memojokkan Bu Mega dan Ganjar Pranowo. Bukan sesuatu yang tulus,” tutur Deddy.