TEMPO.CO, Jakarta - Tim Hukum Ganjar Pranowo-Mahfud Md., mempertanyakan kepantasan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, dibandingkan Yusril Ihza Mahendra.
Hal ini diungkapkan oleh Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Maqdir Ismail, dalam sidang sengketa hasil Pilpres hari ini. Pernyataan ini untuk menanggapi ahli yang diajukan oleh Prabowo-Gibran, yakni pakar hukum Abdul Khair Ramadhan.
"Kalau kita bicara kepantasan dan kepatutan, seperti yang saudara ahli katakan tadi, apakah Gibran itu lebih pantas dari Prof. Yusril, misalnya, untuk jadi wakil presiden?" tanya Maqdir di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024.
Adapun Yusril adalah pakar hukum tata negara yang menjadi Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran. Yusril juga merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), serta mantan Menteri Sekretaris Negara.
"Kenapa saya tanyakan ini kepada saudara ahli? Soal pernyaratan terhadap Gibran, itu harus melakukan perubahan terhadap undang-undang," tutur Maqdir.
Aturan yang dimaksud adalah Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 207 tentang Pemilihan Umum. UU Pemilu itu mensyaratkan usia paling rendah untuk capres dan cawapres adalah 40 tahun. Seorang mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru lantas mengajukan permohonan uji materiil atas beleid tersebut.
MK lalu mengabulkan sebagian permohonan itu lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga seseorang berusia di bawah 40 tahun, bisa mencalonkan diri sebagai capres-cawapres asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
"Dari segi ketokohan dan pengalaman, Gibran itu Wali Kota. Prof. Yusril? Dia adalah mantan Menteri Sekretaris Negara," lanjut Maqdir.
Dia pun memperjelas pertanyaannya, "apakah mengubah undang-undang ini dengan menyampingkan orang-orang yang patut, itu dianggap menempatkan sesuatu pada tempatnya?"
Sebelumnya, Abdul Khair Ramadhan menyampaikan keterangannya dalam sidang. Abdul pun mengutip teori filsuf Yunani Aristoteles.
"Dalam kaitan ini, Aristoteles menyebutkan keadilan dalam hal penafsiran hukum, dalam penafsiran hukum harus memiliki epikeia, suatu rasa tentang yang pantas. Kepantasan identik dengan kebenaran dan keadilan," ucap dia.
Dan demikian, kata Abdul, pasal 475 ayat 2 UU Pemilu telah jelas merinci kewenangan MK. Pada ayat tersebut, dia menggarisbawahi kewenangan MK 'hanya' menangani hasil Pemilu.
Pilihan editor: 4 Pernyataan Faisal Basri Saat Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK, Termasuk Politik Gentong Babi ala Jokowi