Todung menyebutkan pencalonan Gibran ditengarai dilakukan dengan menabrak konstitusi dan terindikasi melanggar hukum dan etika sebagaimana putusan yang disampaikan Majelis Kehormatan MK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Menurut Todung, pencalonan Gibran sebagai wakil presiden mencederai demokrasi dan konstitusi bangsa oleh nepotisme. "Nepotisme inilah yang membuahkan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi," ujar Todung.
Polemik Pencalonan Gibran
Polemik pencalonan Gibran dimulai dari perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia pencalonan capres-cawapres di MK. Pemohon perkara itu adalah mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru.
Almas meminta MK melakukan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke MK. Mahkamah kemudian mengesahkan Putusan 90 yang intinya memungkinkan seseorang berusia di bawah 40 tahun mencalonkan diri dalam Pilpres, asalkan berpengalaman sebagai kepala daerah.
Putusan Mahkamah itu dinilai memuluskan jalan Gibran, yang baru berusia 36 tahun, menuju kontestasi Pilpres 2024 sebagai pasangan Prabowo. Komisi Pemilihan Umum atau KPU menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024 pada 20 Maret lalu.
Dalam ketetapan KPU, pasangan calon nomor urut 2 ini dinyatakan unggul dengan perolehan 96.214.691 suara disusul paslon nomor urut 1 Anies-Muhaimin dengan 40.971.906 suara dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang meraih 27.040.878 suara.
AMELIA RAHIMA SARI | SULTAN ABDURRAHMAN | SEPTIA RYANTHIE (SOLO)
Pilihan editor: Gelar Sidang Perdana PHPU, Ini Kewenangan MK dalam Memutus Sengketa Pemilu